Hati yang congkak adalah hati yang tidak sehat . Manusia pada fitrahnya telah dianugerahi akal sehingga hatinya seharusnya bisa menerima kebenaran . Dia harus menghindari tutur kata kasar dan perangai buruk , tidak membalas kejelekan dengan kejelekan , tetapi justru memaafkan . Hal itu dilakukan hingga jiwa dan raganya benar - benar mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah Swt dan Rasulullah saw adalah utusan - Nya . Kesaksian yang benar akan membuka mata yang buta , telinga yang tuli , dan hati yang tertutup , sebagaimana hadits riwayat Abdullah bin Shalih dalam Sunan Ad Darimi
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah sudah menulis sebuah hukum sosial yang tragis: "Ketika negara masih kokoh, pajak sedikit namun hasilnya banyak. Tetapi ketika negara lemah, pajak diperbanyak, dan hasilnya justru semakin berkurang. Sebab rakyat tak lagi mampu menanggung beban." Ironinya, teori ini kini terbukti di depan mata. Pajak dinaikkan, subsidi dipangkas, pungutan diperluas, tetapi kesejahteraan rakyat tetap jalan di tempat. Sementara kelas istana justru semakin bugar dengan fasilitas, tunjangan, dan gaya hidup yang tak pernah mengenal kata hemat. Padahal, dalam tradisi fikih, prinsip penarikan pajak harus berlandaskan keadilan (al-‘adl fi at-taklīf). Imam al-Mawardi dalam al-Ahkām as-Sulthāniyyah menegaskan, harta rakyat tidak boleh dipungut kecuali dengan hak yang jelas dan untuk kemaslahatan yang nyata. Sebab itu, ‘Umar bin Khattab RA menolak menambah beban rakyat meskipun kas negara menipis, dengan kalimat yang tegas: "Aku tidak akan mempertemukan mereka...
Komentar
Posting Komentar