Jika kita menengok ke belakang, di zaman terbaik dari sejarah kehidupan umat Islam, kita akan menemukan semangat dan kekuatan yang luar biasa dalam menunaikan ibadah shalat taraweh. Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:
_“Umar bin Khaththab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari untuk mengimami orang-orang pada bulan Ramadhan. Imam membaca dua ratus ayat dalam satu rakaat, sampai-sampai mereka harus bertumpu pada tongkat karena panjangnya berdiri. Dan mereka baru selesai menjelang fajar."_ Di dalam riwayat lain disebutkan:
أَنَّهُمْ كَانُوا يَرْبطُوْنَ الحِبَالَ بَيْنَ السَوَارِي ثُمَّ يَتَعَلَّقُوْنَ بِهَا
_"Bahwa mereka mengikatkan tali temali diantara dinding-dinding kemudian mereka bergelantungan dengan tali-tali tersebut.”_ (Lathaiful Ma’arif: 316 cet. Dar Ibni Katsir, Beirut)
Demikian berlanjut ke generasi berikutnya yaitu zaman tabi’in, meski tidak sebanyak di zaman Umar. Mereka membaca surat al-Baqarah sempurna dalam delapan rakaat. Jika ada imam yang menyelesaikan surat al-Baqarah dalam dua belas rakaat maka mereka akan menganggap imam tersebut telah meringankan shalat. (Lihat: Lathaiful Ma’arif: 316)
⏱Subnallahu, itulah potret generasi salafunas shalih. Akan tetapi, demikianlah perjalanan waktu. Zaman bergulir bersamaan dengan tergerusnya semangat manusia dalam menunaikan ibadah. Sehingga, jika seandainya hal itu juga dilakukan pada zaman sekarang tentu imam tidak punya teman. Paling satu dua orang saja yang sanggup, sedangkan kebanyakan jamaah lebih memilih shalat tarawih dirumah atau tempat lain karena memberatkan.
⚖Dari sana perlu menimbang antara mashlahat dan mafsadat serta memperhatikan maqashid syar’iyah. Hukum terkadang bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman. Oleh sebab itulah patokan untuk panjang bacaan imam dalam shalat taraweh dikembalikan kepada kesanggupan jamaahnya. Sehingga berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Inilah yang diterangkan oleh Al-Imam al-Faqih al-Kasani rahimahullah, ia mengatakan:
_“Adapun di zaman kita maka yang lebih afdhal adalah seorang imam membaca ayat sesuai dengan keadaan kaumnya (jama’ah). Ia membaca ayat dengan kadar yang tidak membuat mereka lari dari jama’ah. Karena, memperbanyak jumlah jama’ah lebih afdhal daripada memperpanjang bacaan.”_ (Diterjemahkan dari Tweet Syaikh Dr. Abdul Aziz as-Sadhan hafizhahullah tanggal 21 Mei 2018)
Oleh sebab itu, bagi Anda yang menjadi imam pada shalat taraweh, perhatiankanlah kondisi jama’ah. Bacalah sesuai dengan kemampuan mereka. Jangan terlalu panjang sehingga membuat jamaah merasa berat untuk melakukan shalat taraweh berjama’ah. Dan bagi kita makmum apabila ada Imam yang membaca dengan agak panjang maka nikmati saja, tidak perlu ngomel dan mengatakan terlalu panjang, malu kita nanti dengan para sahabat, dimana ibadah kita dibanding mereka padahal diantara mereka telah dijamin masuk surga.
*Semoga bermanfaat.*
Ditulis oleh: _Zahir al-Minangkabawi_
Ditulis oleh: _Zahir al-Minangkabawi_