Selasa, 15 Oktober 2019

Sepuluh Bahaya Hutang

Hutang hukum asalnya adalah boleh, dan ia merupakan salah satu solusi syar’i ketika dalam keadaan sempit. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saja pernah berhutang, dari Aisyah radhiyallahu anha, ia mengatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran tidak tunai, lalu beliau menggadaikan baju besi Beliau (sebagai jaminan). (HR. Bukhari: 2200)

Namun, hutang itu adalah solusi akhir. Selama masih dapat menghindari hutang maka itu jauh lebih utama. Makanya syari’at mengajarkan kepada kita untuk menghindar sekuatnya dari hutang. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

  مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ الْكِبْرِ وَالدَّيْنِ وَالْغُلُولِ

“Barangsiapa yang nyawanya meninggalkan raganya dan ia terbebas dari tiga (hal) maka ia masuk surga; kesombongan, hutang dan pengkhianatan.” (HR. Ahmad: 21335)

Mengapa demikian? Karena hutang itu memiliki bahaya yang sangat luar biasa. Di antara bahaya hutang adalah:

1. Penyebab kegelisahan dan pertikaian

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

لَا تُخِيفُوا أَنْفُسَكُمْ بَعْدَ أَمْنِهَا قَالُوا : وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : الدَّيْنُ

“Janganlah membuat takut diri kalian setelah ia merasa aman.” Para sahabat bertanya: “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Hutang.” (HR. Ahmad: 16869, ash-Shahihah: 2420)

Dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu, ia mengatakan :

إِيَّاكُمْ وَالدَّيْنَ فَإِنَّ أَوَّلَهُ هَمٌّ وَآخِرَهُ حَرْبٌ

Berhati-hatilah kalian terhadap hutang karena hutang itu awalnya kegelisahan sedangkan akhirnya adalah pertikaian. (Muwaththa’: 2/770)

2. Penyebab dusta dan ingkar janji

Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia mengatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ قَالَتْ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنْ الْمَغْرَمِ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa dalam shalatnya dengan: allaahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabil qabri wa a’uudzu bika min fitnatil masiihid dajjaal wa a’uudzubika min fitnatil mahyaa wal mamaat allaahumma innii a’uudzubika minal ma’tsami wal maghrami (Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, saya berlindung kepada-Mu dari fitnah masih ad dajjal, saya berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian, saya berlindung kepada-Mu dari dosa dan pengaruh hutang).” Kata ‘Aisyah, lantas ada seseorang berujar; “Betapa banyak engkau meminta perlindungan dari pengaruh berhutang wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Jika seseorang telanjur hutang, maka ia akan suka berdusta dan menyelisihi janji.” (HR. Bukhari: 832, Muslim: 589)

3. Terjerat dalam riba

Banyak akad hutang piutang di zaman ini yang berbentuk riba, seperti penambahan jumlah, denda keterlambatan, dll. Padahal riba itu dosa besar. Dari Jabir radliyallaahu anhu, ia menuturkan:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Dia berkata, “Mereka semua sama.” (HR. Muslim: 1598)

Riba juga mencabut keberkahan. Dari Ibnu Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنْ الرِّبَا إِلَّا كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ

“Tidaklah seseorang yang memperbanyak riba, melainkan akhir perkaranya akan merugi.” (HR. Ibnu Majah: 2279)

4. Tidak dishalati ketika meninggal

Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan:

كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ فَقَالُوا صَلِّ عَلَيْهَا فَقَالَ هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا قَالُوا لَا فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ صَلِّ عَلَيْهَا قَالَ هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قِيلَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا قَالُوا ثَلَاثَةَ دَنَانِيرَ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ أُتِيَ بِالثَّالِثَةِ فَقَالُوا صَلِّ عَلَيْهَا قَالَ هَلْ تَرَكَ شَيْئًا قَالُوا لَا قَالَ فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا ثَلَاثَةُ دَنَانِيرَ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ صَلِّ عَلَيْهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَعَلَيَّ دَيْنُهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ

“Kami pernah duduk bermajelis dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dihadirkan kepada Beliau satu jenazah kemudian orang-orang berkata: “Shalatilah jenazah ini”. Maka Beliau bertanya: “Apakah orang ini punya hutang?” Mereka berkata: “Tidak”. Kemudian Beliau bertanya kembali: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Tidak”. Akhirnya Beliau menyolatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, lalu orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, holatilah jenazah ini”. Maka Beliau bertanya: “Apakah orang ini punya hutang?” Dijawab: “Ya”. Kemudian Beliau bertanya kembali: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Ada, sebanyak tiga dinar”. Maka Beliau bersabda: “Shalatilah saudaramu ini”. Berkata, Abu Qatadah: “Shalatilah wahai Rasulullah, nanti hutangnya aku yang menanggungnya”. Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyolatkan jenazah itu. (HR. Bukhari: 2289)

5. Panas di dalam kubur

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

تُوُفِّيَ رَجُلٌ فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَيْهِ فَقُلْنَا تُصَلِّي عَلَيْهِ فَخَطَا خُطًى ثُمَّ قَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قُلْنَا دِينَارَانِ فَانْصَرَفَ فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ فَأَتَيْنَاهُ فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ الدِّينَارَانِ عَلَيَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِقَّ الْغَرِيمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَا الْمَيِّتُ قَالَ نَعَمْ فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذَلِكَ بِيَوْمٍ مَا فَعَلَ الدِّينَارَانِ فَقَالَ إِنَّمَا مَاتَ أَمْسِ قَالَ فَعَادَ إِلَيْهِ مِنْ الْغَدِ فَقَالَ لَقَدْ قَضَيْتُهُمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُهُ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو فِي هَذَا الْحَدِيثِ فَغَسَّلْنَاهُ وَقَالَ فَقُلْنَا نُصَلِّي عَلَيْهِ

Ada seorang laki-laki yang wafat, lalu kami memandikannya, memberi minyak lalu kami memberinya kafan lalu kami bawa ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau menshalatinya. Kami berkata ‘Silahkan anda menshalatinya’. Lalu beliau membuat garis kemudian bertanya, apakah dia mempunyai hutang? Kami menjawab, ya dua dinar, lalu beliau pergi dan Abu Qatadah hendak menanggungnya lalu kami mendatanginya. Abu Qatadah berkata; uang dua dinar itu tanggunganku. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah dipenuhi orang yang berhutang dan mayyit telah bebas”. (Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma) berkata; Ya. Lalu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) menshalatinya lalu sehari kemudian beliau bersabda: “Apa yang terjadi dengan dua dinar”. Maka (Abu Qatadah radhiyallahu’anhu) berkata; itu untuk yang telah meninggal kemarin. (Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu) berkata; lalu dia (Abu Qatadah radhiyallahu’anhu) kembali lagi besoknya dan berkata; saya telah menunaikan keduanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekarang kalian telah mendinginkan kulitnya. Mu’awiyah bin ‘Amr berkata; dalam hadits itu, lalu kami memandikannya dan (Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu) berkata; kami berkata kami menshalatinya. (HR. Ahmad: 14009)

6. Nasibnya menggantung

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.”(HR. Tirmidzi no. 1078)

Imam As-Suyuthi mengatakan, maksudnya tertahan untuk mencapai tempatnya yang mulia. Sedangkan Imam Al-Iraqi mengatakan, urusannya terhenti (tidak diapa-apakan) tidak dihukumi selamat dan tidak pula celaka sampai dilihat apakah hutangnya sudah dibayarkan atau belum. (Tuhfatul Ahwadzi: 4/164)

7. Dihukumi sebagai pencuri

Dari Shuhaib Al Khair dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapa saja berhutang dan ia berencana untuk tidak membayarnya kepada pemiliknya, maka ia akan menjumpai Allah dengan status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah: 2410)

8. Tidak diampuni dosanya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886)

Dari Muhammad bin Jahsy radhiyallahu anhu, dia berkata;

كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ ، ثُمَّ وَضَعَ رَاحَتَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ ثُمَّ قَالَ : سُبْحَانَ اللَّهِ ! مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ ؟ فَسَكَتْنَا وَفَزِعْنَا ، فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْغَدِ سَأَلْتُهُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا هَذَا التَّشْدِيدُ الَّذِي نُزِّلَ ؟ فَقَالَ : وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ! لَوْ أَنَّ رَجُلا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِيَ ، ثُمَّ قُتِلَ ، ثُمَّ أُحْيِيَ ، ثُمَّ قُتِلَ ، وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ

“Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian beliau mendongakkan kepala beliau ke langit kemudian beliau meletakkan telapak tangan beliau pada kening beliau kemudian bersabda: “Subhanallah, apakah yang telah diturunkan dari sikap keras?” kemudian kami diam dan terkejut. Kemudian setelah besok harinya saya bertanya kepada beliau; “Wahai Rasulullah, sikap keras apakah yang telah diturunkan ini? Beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan, kemudian terbunuh, kemudian dihidupkan, kemudian terbunuh dan ia memiliki tanggungan hutang maka ia tidak akan masuk Surga hingga terbayarkan hutangnya.” (HR. An-Nasa’i: 4684)

9. Sebab berbuat zalim

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezaliman.” (HR. Bukhari: 2400, Muslim: 1564)

Dari Jabir bin ‘Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Hindarilah kezaliman, karena kezaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak!” (HR. Bukhari: 2447, Muslim: 2578)

10. Dipindahkan pahala kebaikannya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya di hari kiamat nanti karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414)

Semoga Allah menjaga kita dari hutang. Dan semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita, agar kita dapat melunasi hutang-hutang kita. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar