Langsung ke konten utama

SHALAT BERJAMA’AH DI RUMAH ?

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin ditanya tentang suatu kaum yang melaksanakan shalat berjama’ah di rumah?

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah menjawab :
Kami menasihatkan kepada orang-orang ini agar bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, dan agar melaksanakan shalat berjama’ah bersama dengan kaum Muslimin di masjid-masjid. Karena pendapat yang rajih di antara pendapat-pendapat ahli ilmu adalah, shalat berjama’ah itu wajib di masjid. Seseorang tidak boleh meninggalkan shalat berjama’ah di masjid, kecuali jika ada udzur syar’i, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

Sungguh aku ingin memerintahkan agar segera dikumandangkan iqamah untuk shalat, lalu aku akan menyuruh salah seorang untuk mengimami sekelompok manusia. Kemudian aku pergi bersama beberapa orang yang membawa seikat kayu bakar menuju orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah, lalu aku akan membakar rumah-rumah mereka.[1]

Boleh jadi, kaum yang dimaksudkan di atas melaksanakan shalat, akan tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin agar mereka melaksanakan shalat berjama’ah yang dibebankan syari’at kepada mereka. Dan shalat secara berjama’ah yang dibebankan syari’at kepada mereka adalah shalat berjama’ah di masjid-masjid yang memanggil mereka agar menghadirinya saat shalat.

Oleh karena itu Abdullah bin Mas’ud mengatakan :

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ

Barangsiapa yang ingin menjumpai Allah dalam keadaan muslim, maka hendaklah dia menjaga shalat-shalat ini di tempat yang mengajak untuk melaksanakannya. [2]

Beliau mengatakan “haitsu yunadi bihinna”. Haitsu, adalah kata benda yang menerangkan tempat. Maksudnya, maka hendaklah ia menjaga shalat-shalat itu di tempat yang menyerukan shalat. Ini untuk shalat lima waktu. Sedangkan mengenai shalat sunat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ

Sesungguhnya sebaik-sebaik shalat seseorang yaitu shalat di rumahnya, kecuali shalat fardhu. [3]

Berdasarkan penjelasan ini, maka seseorang lebih baik melaksanakan shalat sunat di rumah, kecuali shalat sunat yang disyari’atkan agar dikerjakan di masjid, seperti shalat gerhana bulan, menurut pendapat yang mengatakan bahwa shalat ini tidak wajib.

Wallahu al muwaffiq.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
__
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaih
[2]. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Al Masajid, bab shalatul jama’ah min sunanil huda, no. 257
[3]. HR. Imam Bukhari dalam kitab Adzan, bab Shalatul lail no. 731 dan Imam Muslim dalam shalatul Musafirin, bab istihbaabu shalatin nafilah fi baitihi, no. 781

🕸💎🕸💎🕸💎🕸💎

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia