Oleh : Fityan Indi Rahman*
Alhamdulillah semangat masyarakat muslim Indonesia dalam mewujudkan generasi penghafal Al Qur'an kian hari kian meningkat. Ini bisa dilihat dari semakin bertambahnya tempat-tempat menghafal Al Qur an baik berupa pondok pesantren dan rumah tahfidz. Bisa juga dilihat dari munculnya kegiatan tahfidz Al Qur an baik diadakan dalam masa tertentu ataupun dimasukkannya kegiatan tahfidz dalam kurikulum suatu lembaga pendidikan.
Sayangnya semangat ini tidak dibarengi dengan informasi tentang metode menghafal Al Qur an yang baik. Masyarakat masih minim pengetahuan tentang seluk beluk tahfidz Al Qur an. Hafal Al Qur an bagaimana yang dikehendaki? Bagaimana seseorang bisa disebut hafidz Al Qur an? Apakah ketika berhasil menyelesaikan hafalan Al Qur an? Atau ketika berhasil diwisuda Al Qur an? Atau ketika berhasil menjawab soal tahfidz sambung ayat? Atau ketika berhasil menyetorkan hafalan 30 juz kepada gurunya?Mungkin tidak ada aturan baku tentang jawaban pertanyaan itu. Sebagai informasi, ada istilah hafal mutqin, yaitu hafalan yang betul-betul mantap menancap di dalam dada seorang penghafal Al Qur an, atau hafalan yang senantiasa siap meluncur dari mulutnya. Ada juga istilah hafal lepas, yaitu hafalan yang kadang lupa, kadang ingat, perlu masa lagi untuk mempersiapkan setoran hafalannya. Ada juga istilah hafal buang, yaitu hafalan yang pernah dihafal tapi tidak ingat lagi. Ketiga jenis hafalan ini sebenarnya tergantung pada 2 hal, pertama, bagaimana proses membuat hafalannya dulu, kedua, proses merawat hafalannya. Tentu saja kita mengidamkan hafalan yang mutqin atau mantap.
Bagaimana metode menghafal Al Qur an yang menghasilkan hafalan yang mutqin. Ada istilah "lancar kaji karena diulang". Ya, tepat. Setidaknya ada 3 kegiatan yang harus dilaksanakan dalam proses menghasilkan hafalan Al Qur an yang mutqin. Pertama, membuat hafalan baru, kedua, mengulang hafalan baru, ketiga, mengulang hafalan lama. Ketiga macam kegiatan ini harus dilaksanakan dalam satu masa menghafal Al Qur an dan dilakukan sesuai porsi waktunya masing-masing. Misalnya, dalam 1 hari, 3 jam kita gunakan untuk menghafal Al Qur an, maka porsinya, 50 ℅ dari waktu tersebut digunakan untuk mengulang hafalan lama, 30 ℅ digunakan untuk mengulang hafalan baru, dan 20 ℅ digunakan untuk menambah hafalan baru. Jika hanya salah satu dari kegiatan tersebut saja dilaksanakan, misalnya hanya menambah hafalan saja tanpa mengulang hafalan baru dan mengulang hafalan lama, maka kemungkinan besar akan menghasilkan hafal buang. Jika hanya membuat hafalan baru dan mengulang hafalan baru, kemungkinan besar akan menghasilkan hafal lepas. Jika hanya melaksanakan mengulang hafalan lama saja, maka hafalannya tak kunjung selesai. Atau jika tidak sesuai dengan porsi waktu tersebut maka akan berakibat kepada hafal buang atau hafal lepas, atau perlu waktu lama untuk menyelesaikan hafalan.
Jadi, untuk mendapatkan hafalan yang mutqin dan selesai dalam waktu yang singkat, dalam satu hari kita harus melaksanakan ketiga macam kegiatan tersebut dengan porsi yang telah disebutkan.
Namun, walau bagaimanapun kuatnya hafalan Al Qur an seseorang, tentu akan berangsur-angsur hilang kalau tidak dirawat. Hafalan yang mutqin akan senantiasa mutqin kalau terus diulang sepanjang masa hidupnya.
Ada pendapat, "Sekarang menambah hafalan dulu, mengulangnya nanti kalau sudah khatam hafalannya, kan murajaah seumur hidup!". Bagaimana bisa mendapatkan hafalan yang mantap, kalau masa menghafal saja tidak lancar, apalagi sudah masuk usia kerja, sudah berkeluarga, banyak urusan dan lain-lain. Mencari waktu luang untuk mengaji sangat terbatas.
Oleh karena itu, sangat penting kita memahami seluk beluk tahfidz Al Qur an untuk mewujudkan hafalan yang mantap sebelum kita memulai menghafal Al Qur an atau memasukkan anak kita ke lembaga pendidikan Al Qur an. Semoga bisa diamalkan.
Silakan share jika bermanfaat.
* Khadim Ma'had Ummul Qura Amuntai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar