Pernahkah kita berfikir, berapa orang yang meninggal dunia di kota kita selama satu bulan? Atau selama satu tahun? Atau bahkan setiap hari di seluruh penjuru bumi? Ketetapan Allah terus berjalan. Ada yang lahir ke dunia dan sebagian lagi meninggalkannya. Suatu saat nanti, pasti kita akan mendapatkan giliran. Ini sebuah realita kehidupan yang tidak bisa dipungkiri. Namun sangat disayangkan, banyak orang lupa atau melupakan kematian.
Padahal dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak membicarakan tentang kematian kepada para sahabat, sementara kondisi hati mereka hidup. Ini sangat berbeda dengan realita sangat ini. Betapa banyak acara yang dibuat, upaya yang dirancang untuk mengalihkan perhatian dari kematian. Padahal kita sangat membutuhkannya untuk menyadarkan kita dari kelalaian dan melunakkan hati yang sudah mengeras! Kalau kita mau menjawab dengan jujur, siapakah yang lebih butuh terhadap pembicaraan tentang kematian,
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehati kita dengan nasehat yang menyentuh. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتَ , فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ , وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena kematian itu, jika diingat oleh orang yang sedang dalam kesusahan hidup, maka akan bisa meringankan kesusahannya. Dan jika diingat oleh orang yang sedang senang, maka akan bisa membatasi kebahagiaannya itu.” (HR. Thabrani dan al-Hakim).
Mengingat kematian itu dapat menghidupkan hati. Orang yang benar-benar malu terhadap Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan melalaikan kematian serta tidak akan meremehkan persiapan menghadapi kematian. Sebagaimana disebutkan dalam hadits.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah kamu benar-benar malu kepada Allah!”. Kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, al-hamdulillah kami malu (kepada Allah)”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan begitu (sebagaimana yang kamu sangka-pen). Tetapi (yang dimaksud) benar-benar malu kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dan isinya, menjaga perut dan apa yang berhubungan dengannya; dan hendaklah engkau mengingat kematian dan kebinasaan. Dan barangsiapa menghendaki akhirat, dia meninggalkan perhiasan dunia. Barangsiapa telah melakukan itu, berarti dia telah benar-benar malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad).
Komentar
Posting Komentar