بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ »
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung, perempuan yang mentato dan perempuan yang meminta agar ditato”
(HR Bukhari no 5589).
Adanya laknat untuk suatu amal itu menunjukkan bahwa amal tersebut hukumnya adalah haram. Alasan diharamkannya hal ini adalah adanya unsur penipuan disebabkan merubah ciptaan Allah. Ketika laknat menimpa, maka Rahmat akan pergi, sehingga hidayah menjauh, akhirnya hidup dalam kondisi memandang kebaikan sebagai keburukan, maksiat sebagai syariat, ujungnya akal yang cekak Menjadi pedoman hidupnya.
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَتْ إِنِّى أَنْكَحْتُ ابْنَتِى ، ثُمَّ أَصَابَهَا شَكْوَى فَتَمَرَّقَ رَأْسُهَا ، وَزَوْجُهَا يَسْتَحِثُّنِى بِهَا أَفَأَصِلُ رَأْسَهَا فَسَبَّ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
Dari Asma’ binti Abi Bakr, ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Telah kunikahkan anak gadisku setelah itu dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya. Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung”
(HR Bukhari no 5591 dan Muslim no 2122).
Hadits tersebut menegaskan, dalam keadaan yang secara nalar ada ruksoh untuk menyambung rambut, itupun dilarang, terlebih lagi hanya sekedar untuk modis dengan pakai tusuk konde, maka perempuan tersebut akan kehilangan Rahmat dan hidayah Allah Subhanahu wata'ala.
عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ ، عَامَ حَجَّ عَلَى الْمِنْبَرِ ، فَتَنَاوَلَ قُصَّةً مِنْ شَعَرٍ وَكَانَتْ فِى يَدَىْ حَرَسِىٍّ فَقَالَ يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ ، أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذِهِ ، وَيَقُولُ « إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ حِينَ اتَّخَذَهَا نِسَاؤُهُمْ » .
Dari Humaid bin Abdirrahman, dia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji di atas mimbar lalu mengambil sepotong rambut yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya lantas berkata, “Wahai penduduk Madinah di manakah ulama kalian aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda melarang benda semisal ini dan beliau bersabda, ‘Bani Israil binasa hanyalah ketika perempuan-perempuan mereka memakai ini (yaitu menyambung rambut’.
(HR Bukhari no 3281 dan Muslim no 2127).
عن ابى هريرة اَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ اِلَى النَّبِيْىِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَارَسُوْلَاللهِ اِنَّ لِى ابْنَةً عَرُوْسًا وَقَدْ تَمَزَّقَ شَعْرُهَا مِنْ حِصْبَةٍ اَفَأَصِلُهُ ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
Arinya : Dari Abu Hurairah, bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi saw,, lalu katanya : “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak perempuanku akan menjadi pengantin, sedang rambutnya telah rusak karena penyakit campak, maka bolehkan aku menyambungnya ? Nabi saw. Menjawab : “ Allah melaknati orang yang menyambung rambut, orang yang minta disambung rambutnya, orang yang membuat tatoo dan orang yang minta di tattoo.”(HR. Abu Dauwud & Ahmad)
Hadist ini disebutkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq.
Dikatakan di dalam Kitab Nailul Authaar :
Menyambung rambut itu diharamkan karena laknat itu tidak dikenakan pada yang tidak diharamkan. Kata Nawawi: inilah kenyataan yang dipilih. Dia berkata : sahabat-sahabat kami telah menjelaskannya,kata mereka: Bila perempuan menyambung rambutnya dengan rambut manusia maka hal itu jelas haramnya, dan tidak di perselisihkan lagi; baik yang disambungkan itu rambut dari lelaki, perempuan, rambut muhrimnya, rambut suaminya atau rambut yang lainnya, tanpa diperselisihkan lagi karena keumuman dalil-dalil tersebut.
Bila seorang perempuan menyambung rambutnya dengan rambut manusia yang sudah mati atau rambut binatang maka hukumnya haram pula karena hadis diatas, dan karena dia secara sengaja dia membawa najis kedalam shalatnya dan yang bukan shalat. Kedua hal ini sama saja hukumnya baik bagi yang sudah menikah atau tidak, baik laki-laki ataupun perempuan.
Jika rambut disambung dengan bukan rambut manusia namun tergolong rambut yang suci (baca: tidak najis) maka menurut pendapat yang dinilai sebagai pendapat yang benar di antara para ulama bermazhab Syafii hukumnya adalah haram jika perempuan tersebut tidak bersuami. Sedangkan menurut pendapat yang lain di kalangan ulama-ulama mazhab Syafii, hukumnya adalah makruh.
Jika perempuan tersebut bersuami maka ada tiga pendapat di kalangan para ulama bermazhab Syafii.
Pertama, pendapat yang dinilai paling tepat adalah boleh jika dengan izin suami. Namun jika tanpa izin suami hukumnya haram.
Pendapat kedua, mengharamkannya secara mutlak.
Pendapat ketiga, tidak haram dan tidak makruh secara mutlak (baik dengan izin ataupun tanpa izin suami).
Sedangkan para ulama bermazhab Maliki mengharamkan menyambung rambut tanpa membedakan apakah disambung dengan rambut ataukah disambung dengan bukan rambut.
Di sisi lain para ulama bermazhab Hambali hanya mengharamkan jika rambut disambung dengan rambut baik rambut manusia ataupun rambut hewan, baik dengan izin suami ataukah tanpa izin suami. Akan tetapi mereka mengatakan bahwa tidaklah mengapa jika seorang perempuan mengikat rambutnya jika tidak dengan rambut jika ada kebutuhan.
Namun di antara pendapat Imam Ahmad adalah melarang seorang perempuan untuk menyambung rambutnya baik disambung dengan rambut, bulu kambing ataupun tumbuh-tumbuhan yang bisa dijadikan sebagai hiasan rambut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar