- MEMELIHARA SHOLAT BERJAMAAH 5 WAKTU
- MEMPERBANYAK BERDOA
- MEMPERBANYAK ZIKIR
- MEMBACA AL-QURAN SURAH AL-MULK TIAP MALAM
- SADAQAH ZARIAH, ILMU YANG BERMANFAAT, ANAK YANG SHOLEH
- MEMBERI MAKAN KARENA ALLOH, MEMBERI MINUM ORANG LAIN KAREN ALLOH, MEMBERI PAKAIN ORANG LAIN KAREN ALLOH
- MENUNTUT ILMU AGAMA, PEREMPUAN YANG BAKTI KEPADA SUAMINYA, ANAK YANG BAKTI KEDUA ORANG TUANYA.
- ORANG YANG CINTA KEPADA KELUARGA RASUL, MASJID LAKSANA RUMAHNYA MAKSUDNYA 5 KALI SEHARI KE MASJID, I'TIKAF
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah sudah menulis sebuah hukum sosial yang tragis: "Ketika negara masih kokoh, pajak sedikit namun hasilnya banyak. Tetapi ketika negara lemah, pajak diperbanyak, dan hasilnya justru semakin berkurang. Sebab rakyat tak lagi mampu menanggung beban." Ironinya, teori ini kini terbukti di depan mata. Pajak dinaikkan, subsidi dipangkas, pungutan diperluas, tetapi kesejahteraan rakyat tetap jalan di tempat. Sementara kelas istana justru semakin bugar dengan fasilitas, tunjangan, dan gaya hidup yang tak pernah mengenal kata hemat. Padahal, dalam tradisi fikih, prinsip penarikan pajak harus berlandaskan keadilan (al-‘adl fi at-taklīf). Imam al-Mawardi dalam al-Ahkām as-Sulthāniyyah menegaskan, harta rakyat tidak boleh dipungut kecuali dengan hak yang jelas dan untuk kemaslahatan yang nyata. Sebab itu, ‘Umar bin Khattab RA menolak menambah beban rakyat meskipun kas negara menipis, dengan kalimat yang tegas: "Aku tidak akan mempertemukan mereka...
Komentar
Posting Komentar