Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, dalam pandangan ahli hakikat, syukur adalah mengakui nikmat yang diberikan oleh Sang Pemberi nikmat secara khusus. Allah menyebut diri-Nya sebagai “Yang Maha Mensyukuri” (Asy-Syakur) dalam arti yang meluas. Maksudnya, Dia akan membalas para hamba atas syukur mereka. Ada pula ahli hakikat yang mengatakan bahwa hakikat syukur adalah memuji orang yang telah berbaik hati memberi (al-muhsin) dengan mengingat-ingat kebaikannya. Syukur hamba kepada Allah berarti memuji-Nya dengan mengingat-ingat kebaikan yang Dia berikan. Sedangkan syukur Allah kepada para hamba adalah pujian-Nya atas si hamba dengan menyebut (menyanjung) kebaikannya. Syukur dapat dibagi menjadi beberapa macam : 1. Syukur dengan lisan, yakni mengakui nikmat yang diberikan dengan aktualisasi ketundukan. 2. Syukur dengan anggota tubuh, yakni aktualisasi dengan komitmen pemenuhan hak dan kewajiban, serta pengabdian. 3. Syukur dengan hati, yakni bersimpuh di atas permadani syuhud (pe
اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ