Jumat, 20 April 2018

Macam macam syirik

*Macam-Macam Syirik Kecil*

Syirik Kecil (Syirk Ashghar) adalah perbuatan syirik dan dosa besar tapi tidak sampai membuat pelakunya murtad dari Islam. Tetapi, syirik kecil akan menjadi besar jika pelakunya meremehkannya dan dilakukan berulang-ulang.

Di antaranya adalah:

1. *Bersumpah Dengan Selain Nama Allah* 

Pernah kan kita mendengar ada orang bersumpah Demi Malaikat, Demi Langit dan Bumi … inilah yang dimaksud.

Dahulu, dihadapan Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, ada seorang yang bersumpah dengan nama Ka’bah (demi Ka’bah), maka Ibnu Umar berkata:

ويحك لا تفعل فإني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ( من حلف بغير الله فقد أشرك )

Celaka kamu! Jangan kau lakukan itu, sebab aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang bersumpah dengan selan nama Allah maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ibnu Hibban No. 4358. Syaikh Syu’aib Al Arnauth: shahih, sesuai syarat Imam Muslim)

Makna syirik dalam hadits ini untuk memberatkan saja, bukan benar-benar syirik dan murtad. Imam At Tirmidzi menjelaskan:

وفسر هذا الحديث عند بعض أهل العلم أن قوله فقد كفر أو أشرك على التغليظ والحجة في ذلك حديث ابن عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم سمع عمر يقول و أبي أبي فقال ألا إن الله ينهاكم أن تحلفوا بآبائكم وحديث ابي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال من قال في حلفه واللات والعزى فليقل لا إله إلا الله

Sebagian ulama memaknai ucapan “kufur atau syirik” sebagai penolakan berat saja, dasarnya adalah hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi ﷺ mendengar Umar berkata: “Demi ayahku, Demi ayahku,” lalu Nabi bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama ayah-ayah kalian.” Juga hadits Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ : “Barang siapa yang dalam sumpahnya berkata Demi Latta, Demi ‘Uzza, maka ucapkanlah: Laa Ilaha Illallah.” (Sunan At Tirmidzi No. 1535)

Imam Al Mawawrdi mengatakan bahwa kata “Syirik” dalam hadits ini ada dua ta’wil:

Pertama. Dia melakukan kesyirikan antara Allah dan selainNya dalam masalah peng-agungan, tapi belum termasuk kafir dan musyrik.

Kedua. Dia benar menjadi musyrik jika dia benar-benar meyakini wajibnya sumpah dengan selain Allah itu. (Badrul Munir, 9/461)

2. *Riya*

Yaitu beramal dengan tujuan dilihat orang lain, yang dengan itu dia mendapat pujian baik langsung atau tidak langsung.

Kesyirikan riya, ditegaskan dalam riwayat berikut:
Dari Mu’adz bin Jabal Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ يَسِيرَ الرِّيَاءِ شِرْكٌ

Sesungguhnya riya tersembunyi itu syirik.(HR. Ibnu Majah No. 3989, Al Qudha’i No. 1298, Al Baihaqi dalam Al Kubra No. 6393, dll. Didhaifkan oleh Syaikh Al Albani. Dhaiful Jami’ No. 2029)

Allah ﷻ berfirman:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110)

Para ulama mengatakan tentang makna ayat ini: لا يرائي – jangan menjadi orang yang riya. (Sunan At Tirmidzi No. 1535)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili berkata:

الإشراك في العبادة وهو الرياء: وهو أن يفعل العبد شيئا من العبادات التي أمر اللّه بفعلها له لغيره

Syirik dalam ibadah adalah riya’, yaitu seorang hamba yang melaksanakan peribadatan yang Allah ﷻ perintahkan kepadanya tapi dia tujukan untuk selainNya.(At Tafsir Al Munir, 5/72)

3. *Ruqyah, penangkal, dan pelet* ( _guna-guna_ )

Ini sesuai hadits:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya ruqyah, jimat, dan tiwalah (pelet), adalah syirik.” (HR. Abu Daud No. 3383, Ibnu Majah No.3530, Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3530)

Tapi tidak semua ruqyah dilarang, dari ‘Auf bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

كنا نرقي في الجاهلية، فقلنا: يارسول اللّه، كيف ترى في ذلك؟ فقال: “اعرضوا عليَّ رقاكم، لابأس بالرقى ما لم تكن شركاً

“Kami meruqyah pada masa jahiliyah, kami berkata: ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang itu?” Beliau bersabda: “Perlihatkan ruqyahmu padaku, tidak apa-apa selama tidak mengandung kesyirikan.”(HR. Abu Daud No.3886, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 1066)

Tentang tamimah (penangkal), berikut ini Fatwa Lajnah Daimah kerajaan Saudi Arabia:

لأنه مشرك إذا كان يعتقد أن التمائم تنفع وتضر، أما إن كان يعتقدها من الأسباب والله هو النافع الضار فتعليقها من الشرك الأصغر

“Karena hal itu menjadikannya musyrik, jika dia meyakini bahwa jimat-jimat itu membawa manfaat dan mudharat, ada pun jika dia meyakininya sebagai sebab saja dan Allah yang memberikan manfaat atau mudharat, maka menggantungkan jimat adalah syirik kecil.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts wal Ifta’ No. 181)

Syaikh Shalih Fauzan Hafizhahullah mengatakan:

ومثل تعليق التمائم خوفاَ من العين وغيرها ، إذا اعتقد أن هذه أسباب لرفع البلاء أو دفعه ، فهذا شرك أصغر . لأن الله لم يجعل هذه أسبابا . أما إن اعتقد أنها تدفع أو ترفع البلاء بنفسها فهذا شرك أكبر ، لأنه تعلق بغير اللّه .

“Misalnya menggantungkan jimat lantaran khawatir atas kejahatan mata atau lainnya, jika dia meyakini jimat adalah sebab untuk menghilangkan atau menolak bala, maka ini syirik kecil, karena Allah Ta’ala tidak pernah menjadikan jimat sebagai sebab. Ada pun jika dia meyakini bahwa jimat itu sendiri yang mencegah dan menghilangkan bala, maka ini syirik besar, karena dia telah bergantung kepada selain Allah.” (Kitabut Tauhid, Hal. 12. Mawqi’ Al Islam)

Namun sebagian salaf ada yang ‘sekedar’ memakruhkan. Hal ini berdasarkan riwayat berikut:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يكره عقد التمائم

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakruhkan menggantungkan penangkal-penangkal.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 5/427)

Ibrahim An Nakha’i Radhiallahu ‘Anhu mengatakan:

كانوا يكرهون التمائم كلها ، من القرآن وغير القرآن

“Mereka (para sahabat) memakruhkan jimat semuanya, baik yang dari Al Quran dan selain Al Quran.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 5/428)

Jadi sebenarnya hukum memakai jimat ada tiga macam.

Pertama. Jika jimat itu diyakini sebagai pembawa manfaat atau mudharat, maka ini syirkun akbar (syirik akbar), dan pelakunya murtad, dan tidak sah shalatnya, baik dia jadi imam atau menjadi makmum. Maka bermakmum dengannya pun tidak boleh.

Kedua. Jika jimat itu diyakini sebagai sebab saja, ada pun masih meyakini Allah sebagai pembawa manfaat atau mudharat, maka ini syirkun ashghar (syirik kecil). Pelakunya belum bisa dikatakan murtad, namun termasuk pelaku dosa besar. Sebagaimana dosa besar lainnya. Maka shalat dibelakangnya sah tetapi makruh.

Ketiga. Jika jimat itu berasal dari ayat-ayat Al Quran atau dzikir-dzikir yang ma’tsur, maka para ulama berbeda pendapat antara membolehkan, memakruhkan, dan mengharamkan. Namun para sahabat Nabi tetap membencinya. Sebab itu merupakan jalan dan pintu menuju penggunaan jimat-jimat yang bukan dari Al Quran dan dzikir-dzikir. Sedangkan jika berasal dari kalimat-kalimat yang tidak bisa difahami, maka haram, tidak ada perselisihan pendapat tentang itu sebagaimana ditegaskan Imam An Nawawi, Imam Ibnu Hajar, dan lainnya.

Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah mengatakan:

وأما التعاليق التي فيها قرآن أو أحاديث نبوية أو أدعية طيبة محترمة فالأولى تركها لعدم ورودها عن الشارع ولكونها يتوسل بها إلى غيرها من المحرم ،

ولأن الغالب على متعلقها أنه لا يحترمها ويدخل بها المواضع القذرة

“Ada pun menggantungkan jimat yang terdapat Al Quran atau Hadits Nabi, atau doa-doa yang baik lagi terhormat, maka yang lebih utama adalah ditinggalkan, karena tidak adanya dalil dari pembuat syariat, bahkan hal itu merupakan sarana menuju jimat yang bukan dari Al Quran yang tentunya haram, dan juga lantaran biasanya hal itu digantungkan dengan cara tidak terhormat, dan masuk ke dalam tempat-tampat yang kotor.” (Qaulus Sadid Syarh Kitabit Tauhid, Hal. 48. Mawqi’ Al Islam).Demikian.

4. *Mendatangi dan mempercayai paranormal*

Dari Shafiyah, dari sebagian isteri Nabi, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barang siapa yang mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam. (HR. Muslim No. 2230, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 16287, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 1402)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوْ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barang siapa yang mendatangi (berhubungan badan, pen) dengan wanita haid atau dari duburnya, atau mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya maka dia telah kafir terhadap apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad. (HR. Ibnu Majah No. 639, Ad Darimi No. 1136. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Tahqiq Misykah Al Mashabih No. 551)

5. *Menyembelih hewan atau berkorban untuk selain Allah, seperti untuk tumbal, arwah, dewa-dewa, jin*

Hal ini masih dilakukan pada sebagian masyarakat kita. Ketika mereka hendak membangun rumah, membuat jalan, dan lainnya, mereka memotor seekor atau beberapa ekor hewan untuk dipersembahkan kepada “penguasa” di daerah tersebut agar pembangunannya lancar dan aman. Mereka membumbuinya dengan berbagaimacam sesajian lainnya, plus dihiasi dengan doa-doa, seakan itu adalah perbuatan yang syar’i, padahal Ini juga syirik.

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah (5): 90)

Dari Ali Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ

Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. (HR. Muslim No. 1978)

6. *Tathayyur* ( _merasa sial_ )

Tathayyur diambil dari kata thayrun yang artinya burung. Orang zaman dulu meyakini adanya musibah dan keburukan yang akan menimpa mereka jika terdengar suara burung melintas. Oleh karenanya disebut tathayyur atau thiyarah. Hal ini berkembang dengan berbagai macam ragamnya, ada yang merasa sial kalau cicak jatuh, kendaraan sering rusak ada sialnya, jangan jual jarum kalau malam hari, hari baik buat nikah, dan semisalnya. Ini juga syirik kecil.

Hal tersebut sama juga meyakini adanya selain Allah Ta’ala yang mengatur hidup manusia, baik senang dan susahnya.

Keyakinan tathayyur ini bertentangan dengan ayat:

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At Taubah (9): 51)

Demikian. Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar