Jumat, 07 Desember 2018

ISTRI CANTIK BERALHLAK BAIK

Kalau malam tadi, saya terkesan dengan pengalaman syaikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi dengan tiga orang putranya, maka malam ini saya sangat iri dengan hubungan antara beliau dengan istri pertamanya, bernama Khadijah.

Ketika sang istri tersebut wafat di masa nifasnya setelah melahirkan Abdul Karim; beliau merasa sangat sedih dan tidak bisa mendapatkan ketenangan. Bahkan, beliau mengaku hampir menjadi gila karena kematian sang istri, dan sempat ingin pulang ke kampung halamannya (Minangkabau), untuk menghilangkan kesedihan dan meringankan beban musibah tersebut. Syaikh Ahmad menuliskan:

فحزنت لموتها حزنًا شديدًا ، لا يقر لي قرار

Beliau juga menambahkan:

فلما توفيت كدت أن أجن لموتها وأردت السفر لبلدي؛ إذهابًا لحزني وتهوينًا لمصيبتي

Pertanyaannya, kenapa sampai seperti itu betul kondisi beliau saat itu? Bukankah beliau itu seorang ulama, sehingga setidaknya akan bisa menguasai diri dan menahan perasaan dengan baik?

Dari paparannya, saya menangkap penyebabnya ada dua. Pertama, karena besarnya rasa cinta yang sudah tertanam antara beliau dengan sang istri. Beliau menyatakan:

لأن الله قد جعل بيننا المودة والمحبة العظيمة

Penyebab yang kedua, karena kecantikan dan akhlak sang istri. Di matanya, kecantikan dan akhlak sang istri tidak ada tandingan. Dua hal ini menyatu pada sosok istri tercinta.

Kesalehan istri dan tabiatnya yang baik, adalah salahsatu bentuk akhlak yang beliau kagumi. Bukan hanya itu, menurut pengakuannya, sang istri menuruti dan mematuhi setiap perintah yang beliau berikan kepadanya. Tidak hanya itu, sang istri membantu beliau dalam kesibukan menuntut ilmu. Syaikh menyebutkan:

فكنتُ لا أرى امرأة مثلها في جمالها ،  وصلاحها ، وصيانتها ، وطباعها المستحسنة ، وطاعتها في كل ما آمره ، وإعانتها على الاشتغال بالعلم تعلموا وتعليمًا 
Sudahlah cantik, salehah, patuh pula. Siapa yang tidak merasakan rasa kehilangan yang begitu besar, saat wanita seperti ini pergi berpisah meninggalkan dunia fana ini?

Apakah itu sudah cukup? Ternyata belum. Sang istri itu punya sifat suka meminta maaf, bila beliau sudah terlihat marah, sekalipun yang salah itu bukan dirinya. Ketika beliau sudah marah, maka sang istri berusaha menyentuh perasaannya dan mencium kaki sang suami. Dahsyatnya, sang istri tidak akan bisa tenang sampai sang suami memaafkan dirinya. Beliau menceritakan:

فإذا غضبتُ عليها لشيء ما ، أخذتْ بخاطري ؛ وإن كنتُ المخطئ ، وقبلت قدمي ، فلا يقر لها قرار إلا إذا صالحتها ورضيت عليها

Subhanallah!
*Kalaulah seperti itu istri yang diberikan Allah -Subhanallah-, kepada para kiyai, ustad dan penceramah, maka apakah tidak wajar bila mereka akan meneteskan air mata, atau bahkan mungkin hampir gila, ketika sang istri seperti itu wafat meninggalkan dirinya dan keluarga? Silahkan dijawab masing-masing.*

Wallahua`lam

FB : Buya Alfitri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar