Langsung ke konten utama

Etika Puasa

MT. Sabtu 23 Sya'ban 1438 H

Etika Berpuasa

Di antara etika berpuasa ada yang sifatnya wajib dan ada juga yang sunnah. Di antaranya adalah:

1.      Sedapat mungkin sahur dan menundanya hingga di penghujung waktunya. Rasulullah bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

“Bersahurlah, sesungguhnya di dalam sahur itu mengandung berkah.” (Shahih al-Bukhari juz VII hal. 217 no. 1923)

Jadi, sahur adalah makanan yang penuh dengan berkah, sekaligus menyelisihi kebiasan ahlul kitab. Sementara itu sebaik-baik makanan sahur adalah kurma. (HR al-Bukhori).

2.      Menyegerakan berbuka (bila telah sampai waktunya). Rosulullah shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Orang-orang akan selalu mendapatkan kebajikan selagi mereka menyegerakan dalam berbuka puasa.” (Shahih al-Bukhari juz II hal. 692 no. 1856)

3.      Menghindari rafats, karena Rasulullah  shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ

“Apabila pada hari seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah dirinya berbuat rafats.” (Shahih al-Bukhari juz II hal. 673 no. 1805)

Rafats adalah jatuh dalam perbuatan maksiat. Oleh karena itu orang yang berpuasa seharusnya meninggalkan semua perbuatan haram, seperti menggunjing, perkataan jorok dan dusta, karena perbuatan tersebut dapat menghapus pahala puasanya. Rasulullah telah bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apapun dari puasanya selain rasa lapar belaka.” (Sunan Ibni Majah juz I hal. 539 no. 1690, dinilai sahih oleh al-Albani di dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib juz XIII hal. 173 no. 5801)

Syarat Sahnya Puasa

Syarat-syarat sahnya puasa ada enam:

1.      Islam. Tidaklah sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.

2.      Berakal. Tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.

3.      Tamyiz. Tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan yang baik dari yang buruk.

4.      Tidak sedang haid. Tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.

5.      Tidak nifas. Tidak sah puasa wanita yang sedang nifas, sebelum suci dari nifas.

6.      Niat, dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib, berdasarkan sabda Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam,

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (Sunan Abi Dawud juz I hal 744 no. 2454, dinilai sahih oleh al-Albani di dalam Shahih Sunan Abi Dawud juz II hal. 465 no. 2143. Riwayat ini dikuatkan oleh Imam al-Bukhori, al-Nasa’i, al-Tirmidzi dan lain-lain).

Hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa untuk esok harinya.

Sunah-sunah Puasa

Sunah puasa ada enam:

1.      Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.

2.      Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.

3.      Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca al-Quran dan amal kebajikan lainnya.

4.      Jika dicaci-maki, supaya mengatakan ‘Saya berpuasa’ dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.

5.      Berdoa ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca doa:

ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ

Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru, Insyaa Allah

“Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah.”
Hadis Selengkapnya

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ… »

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila beliau berbuka, beliau membaca: “Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu…” (HR. Abu Daud 2357, Ad-Daruquthni dalam sunannya 2279, Al-Bazzar dalam Al-Musnad 5395, dan Al-Baihaqi dalam As-Shugra 1390. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani).

6.      Hendaklah berbuka menyantap kurma segar (ruthab), jika tidak ada bisa dengan kurma kering (tamr). Jika tidak punya keduanya, cukup dengan air.
Apa Saja yang Membatalkan Puasa?

Ada beberapa hal yang dapat membatalkan shaum, baik shaum wajib ataupun shaum sunah. Di antara yang membatalkan shaum tersebut adalah sebagai berikut.

1- Makan dan minum dengan sengaja
Apabila seseorang melaksanakan shaum, kemudian ia makan dan minum pada siang hari tanpa menyadari bahwa ia sedang shaum, ia tidak boleh membatalkan shaumnya. Makan dan minum yang dilakukan pada saat lupa tidak membatalkan shaum. Rasulullah saw bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Abu Hurairah ra berkata bahwa Nabi saw bersabda, “Apabila seseorang lupa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia menyempurnakan shaumnya, karena sesungguhnya ia diberi makan dan minum oleh Allah.” (HR Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang lupa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia menyempurnakan shaumnya, karena sesungguhnya ia diberi makan dan minum oleh Allah.” (HR Muslim)

Menurut Imam Tirmidzi, pendapat tersebut dipegang oleh mayoritas ulama, antara lain Sufyan Ats-Tsauri, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq.
2. Behubungan badan pada siang hari
Firman Allah SWT,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُوْنَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَالْئَانَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam masjid. Itulah larangang Allah, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2] :187)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT hanya membolehkan kepada para suami untuk menggauli istri-istri mereka pada malam hari saja. Hal itu merupakan karunia sekaligus sebagai rukhshah (keringanan) yang diberikan Allah SWT kepada kaum muslim yang sedang melaksanakan shaum, terutama shaum Ramadhan.
3. Mengeluarkan air mani
Hal tersebut dilakukan dalam keadaan terjaga, baik dengan sebab istimna’ (mengeluarkan mani dengan tangan), bersentuhan, ciuman, atau hal-hal yang memancing syahwat lainnya dengan sengaja.
4. Keluar darah haid
Apabila seorang wanita melaksanakan shaum, kemudian tiba-tiba keluar darah haid, shaumnya menjadi batal dan harus mengqadha shaumnya jika shaum itu adalah shaum wajib.
5. Muntah dengan sengaja
Nabi saw bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِِ
“Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Dari hadits di atas, dapat dilihat bahwa muntah yang dibuat-buat, seperti mencium lem dengan sengaja samapai muntah, atau mencolok mulut dengan sengaja sehingga muntah maka itu semua akan membatalkan shaum.
6. Murtad dari Islam
Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan, termasuk ibadah shaum. Allah SWT berfirman,
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّاكَانُوا يَعْمَلُوْنَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An’aam [6]: 88)

Demikianlah beberapa hal yang membatalkan puasa kita yang harus diperhatikan, sehingga puasa kita tidak sia-sia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia