Ada seorang anak yang setiap hari rajin shalat ke masjid, lalu suatu hari ia berkata kepada ayahnya,
"Yah, mulai hari ini saya tidak mau ke masjid lagi"
.
"Lho kenapa?" sahut sang ayah.
.
"Karena di masjid saya menemukan orang² yang kelihatannya agamis tapi sebenarnya tidak, ada yang sibuk dengan gadgetnya, sementara yang lain membicarakan keburukan orang lain".
.
Sang ayah pun berpikir sejenak dan berkata, "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat yang harus kamu lakukan setelah itu terserah kamu".
.
"Apa itu?"
.
"Ambillah air satu gelas penuh, lalu bawa keliling masjid, ingat jangan sampai ada air yang tumpah".
.
Si anak pun membawa segelas air berkeliling masjid dengan hati², hingga tak ada setetes air pun yang jatuh.
.
Sesampai di rumah sang ayah bertanya, "Bagaimana sudah kamu bawa air itu keliling masjid?",
.
"Sudah".
.
"Apakah ada yang tumpah?"
.
"Tidak".
.
"Apakah di masjid tadi ada orang yang sibuk dengan gadgetnya?".
.
"Wah, saya tidak tahu karena pandangan saya hanya tertuju pada gelas ini", jawab si anak.
.
"Apakah di masjid tadi ada orang² yang membicarakan kejelekan orang lain?", tanya sang ayah lagi.
.
"Wah, saya tidak dengar karena saya hanya konsentrasi menjaga air dalam gelas".
.
Sang ayah pun tersenyum lalu berkata, "Begitulah hidup anakku, jika kamu fokus pada tujuan hidupmu, kamu tidak akan punya waktu untuk menilai kejelekan orang lain. Jangan sampai kesibukanmu menilai kualitas orang lain membuatmu lupa akan kualitas dirimu".
.
Marilah kita fokus pada diri sendiri dalam beribadah, bekerja dan untuk terus menerus bebenah menjadi positif.
.
PETIK HIKMAHNYA 💕💕
.
📷Pict by: @muhammadrezaofficial
______
Semoga bermanfaat #TulusBerhijrah
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah sudah menulis sebuah hukum sosial yang tragis: "Ketika negara masih kokoh, pajak sedikit namun hasilnya banyak. Tetapi ketika negara lemah, pajak diperbanyak, dan hasilnya justru semakin berkurang. Sebab rakyat tak lagi mampu menanggung beban." Ironinya, teori ini kini terbukti di depan mata. Pajak dinaikkan, subsidi dipangkas, pungutan diperluas, tetapi kesejahteraan rakyat tetap jalan di tempat. Sementara kelas istana justru semakin bugar dengan fasilitas, tunjangan, dan gaya hidup yang tak pernah mengenal kata hemat. Padahal, dalam tradisi fikih, prinsip penarikan pajak harus berlandaskan keadilan (al-‘adl fi at-taklīf). Imam al-Mawardi dalam al-Ahkām as-Sulthāniyyah menegaskan, harta rakyat tidak boleh dipungut kecuali dengan hak yang jelas dan untuk kemaslahatan yang nyata. Sebab itu, ‘Umar bin Khattab RA menolak menambah beban rakyat meskipun kas negara menipis, dengan kalimat yang tegas: "Aku tidak akan mempertemukan mereka...
Komentar
Posting Komentar