Langsung ke konten utama

ADAB JIMA’ HUBUNGAN SUAMI ISTRI KAJIAN ISLAM PILIHAN

Adab Jima’ (Hubungan Suami Istri) Lengkap

Cara Hubungan Intim yang Islami (1)

Feb 18, 2016Muhammad Abduh Tuasikal, MScKeluarga2

Ada beberapa adab yang telah diajarkan oleh Islam ketika suami istri ingin menyalurkan hasrat bercintanya. Berikut adab-adab saat jima’, bercinta atau berhubungan intim di ranjang:

1- Ikhlaskan niat untuk cari pahala

Yaitu bercinta tersebut diniatkan untuk menjaga diri dari zina (selingkuh), menghasilkan keturunan, dan mengharap pahala sebagai bentuk sedekah.

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

“Dalam hubungan intim suami-istri (antara kalian) itu termasuk sedekah.”

Para sahabat menanggapi, “Kenapa sampai hubungan intim saja bisa bernilai pahala?”

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

“Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim, no. 2376)

2- Melakukan pemanasan dan cumbuan terlebih dahulu

Ketika Jabir radhiyallahu ‘anhu menikah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padanya,

« هَلْ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا. فَقُلْتُ تَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا . فَقَالَ هَلاَّ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ

“Apakah engkau menikahi gadis (perawan) atau janda?” “Aku menikahi janda”, jawab Jabir. “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja karena engkau bisa bercumbu dengannya dan juga sebaliknya ia bisa bercumbu mesra denganmu?” (HR. Bukhari, no. 2967; Muslim, no. 715).

3- Membaca doa sebelum hubungan intim

Doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah: Bismillah, allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ فَقَالَ بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا . فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا

“Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca do’a: [Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa], “Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.” (HR. Bukhari, no. 6388; Muslim, no. 1434).

4- Menyetubuhi istri dari arah mana pun asalkan bukan di dubur

Allah Ta’ala berfirman,

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarah: 223)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang namanya ladang (tempat bercocok tanam) pada wanita adalah di kemaluannya yaitu tempat mani bersemai untuk mendapatkan keturunan. Ini adalah dalil bolehnya menyetubuhi istri di kemaluannya, terserah dari arah depan, belakang atau istri dibalikkan.” (Syarh Shahih Muslim, 10: 6)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَانَتِ الْيَهُودُ تَقُولُ إِذَا جَامَعَهَا مِنْ وَرَائِهَا جَاءَ الْوَلَدُ أَحْوَلَ

“Dahulu orang-orang Yahudi berkata jika menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka mata anak yang nantinya lahir bisa juling.” Lalu turunlah firman Allah Ta’ala,

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ

“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223) (HR. Bukhari, no. 4528; Muslim, no. 117)

Dalam riwayat lain disebutkan,

مُقْبِلَةً وَمُدْبِرَةً مَا كَانَ فِي الفَرْجِ

“Terserah mau dari arah depan atau belakang selama di kemaluan.” (HR. Ath-Thohawi, 3: 41 dalam Syarh Ma’an Al-Atsar dengan sanad yang shahih)

Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyanggah anggapan keliru orang Yahudi yang menyatakan terlarangnya gaya seks dari belakang karena bisa mengakibatkan anak yang lahir nanti juling. Itu anggapan tidak benar karena Islam menghalalkan segala variasi atau cara dalam hubungan seks selama di kemaluan.

Tentang surat Al-Baqarah ayat 223 di atas, Ibnu Katsir menyatakan bahwa setubuhilah istri kalian di ladangnya yaitu di tempat yang nantinya bisa menghasilkan anak. Beliau juga berkata bahwa terserah gayanya dari depan atau pun dari belakang selama di satu lubang, yaitu kemaluan, maka dibolehkan. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 154)

5- Tidak boleh sama sekali menyetubuhi istri di dubur, apa pun keadaannya

Hadits yang mendasari larangan hubungan intim lewat dubur (seks anal) adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا

“Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad, 2: 479. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Dalam hadits lainya disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi, no. 135; Ibnu Majah, no. 639; Abu Daud, no. 3904. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

-bersambung insya Allah-

Referensi : islamqa.info

Midnight, 10 Jumadal Ula 1437 H @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber : rumaysho.com

***

Cara Hubungan Intim yang Islami (2)

Feb 19, 2016Muhammad Abduh Tuasikal, MScKeluarga

Bagaimana cara hubungan intim yang sesuai sunnah Nabi? Berikut lanjutannya dalam serial kedua.

6- Jika ingin mengulangi hubungan intim, hendaklah berwudhu dahulu

Ada hadits yang disebutkan dalam Shahih Muslim,

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ ». زَادَ أَبُو بَكْرٍ فِى حَدِيثِهِ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا وَقَالَ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يُعَاوِدَ

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi istrinya lalu ia ingin mengulanginya, maka hendaklah ia berwudhu.” Abu Bakr dalam haditsnya menambahkan, “Hendaklah menambahkan wudhu di antara kedua hubungan intim tersebut.” Lalu ditambahkan, “Jika ia ingin mengulangi hubungan intim.” (HR. Muslim, no. 308).

Imam Malik menambahkan lafazh,

فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ

“Berwudhu itu lebih membuat semangat ketika ingin mengulangi hubungan intim.”

7- Jika penis telah masuk dalam vagina (bertemunya dua kemaluan), maka sudah wajib mandi junub meskipun tidak keluar mani

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الرَّجُلِ يُجَامِعُ أَهْلَهُ ثُمَّ يُكْسِلُ هَلْ عَلَيْهِمَا الْغُسْلُ وَعَائِشَةُ جَالِسَةٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنِّى لأَفْعَلُ ذَلِكَ أَنَا وَهَذِهِ ثُمَّ نَغْتَسِلُ

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya namun tidak sampai keluar air mani. Apakah keduanya wajib mandi? Sedangkan Aisyah ketika itu sedang duduk di samping, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang dimaksud adalah Aisyah, pen.) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun mandi.” (HR. Muslim, no. 350)

Begitu pula tetap wajib mandi kalau keluar mani meskipun tidak bertemunya dua kemaluan, misal mani keluar saat foreplay atau bercumbu sebagai bentuk pemanasan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ

“Sesungguhnya (mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim, no. 343)

Boleh saja bagi yang wajib mandi ia tidur dan menunda mandi hingga menjelang waktu Shubuh. Namun sangat dianjurkan baginya untuk berwudhu sebelum tidur. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu ‘Umar berikut.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهْوَ جُنُبٌ قَالَ نَعَمْ إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ وَهُوَ جُنُبٌ

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa ‘Umar bin Al-Khattab pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah salah seorang di antara kami boleh tidur sedangkan ia dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Iya, jika salah seorang di antara kalian junub, hendaklah ia berwudhu lalu tidur.” (HR. Bukhari, no. 287; Muslim, no. 306).

8- Dilarang menyetubuhi wanita di waktu haidhnya

Allah Ta’ala berfirman,

فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Imam Nawawi berkata, “Mahidh dalam ayat bisa bermakna darah haid, ada pula yang mengatakan waktu haid dan juga ada yang berkata tempat keluarnya haid yaitu kemaluan. … Dan menurut ulama Syafi’iyah, maksud mahidh adalah darah haid.” (Al-Majmu’, 2: 343)

Dalam hadits disebutkan,

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-

“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Al-Muhamili dalam Al-Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy-Syafi’i rahimahullahberkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”

Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits disebutkan,

اصْنَعُوا كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ

“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).” (HR. Muslim, no. 302)

Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا ، فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنْ يُبَاشِرَهَا ، أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِى فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا . قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَمْلِكُ إِرْبَهُ

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”   (HR. Bukhari, no. 302; Muslim, no. 293). Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.” (Al-Majmu’, 2: 359)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ Al-Fatawa, 21: 624)

-bersambung insya Allah-

Referensi : islamqa.info/ar/5560

Ba’da Isya di Bandara Adisucipto Terminal B, 11 Jumadal Ula 1437 H

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal i

Sumber : rumaysho.com

***

Cara Hubungan Intim yang Islami (3)

Feb 20, 2016Muhammad Abduh Tuasikal, MScKeluarga

Bagaimana yang dituntut dalam hubungan intim yang islami? Berikut serial terakhir yang silakan untuk dikaji.

9- Boleh melakukan azl, menarik penisnya dari vagina si wanita sebelum terjadi ejakulasi

Hal itu masih dibolehkan sebagaimana dalil dari hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ

“Kami dahulu pernah melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Qur’an turun ketika itu” (HR. Bukhari, no. 5208; Muslim no. 1440).

Dalam riwayat lain disebutkan,

كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا.

“Kami dahulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya.” (HR. Muslim, no. 1440)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid berkata, “Yang lebih baik adalah meninggalkan ‘azl karena akan menghilangkan atau mengurangi kelezatan hubungan intim dengan istri. Begitu pula hal itu akan membuat tidak tercapainya sebagian tujuan nikah yaitu untuk memperbanyak keturunan dan anak.” (Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 5560)

Secara lengkap tentang hukum ‘azl, silakan lihat di sini.

10- Tidak boleh menyebar rahasia hubungan ranjang

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

“Sesungguhnya termasuk manusia paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang menggauli istrinya kemudian dia sebarkan rahasia ranjangnya.” (HR. Muslim, no. 1437).

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menuturkan, “Hadits di atas menunjukkan haramnya seseorang menyebarkan perihal hubungan ranjang yang terjadi antara dirinya dengan pasangannya, rincian hubungan tersebut, atau apa yang terjadi dengan pasangannya dari kata-kata, perbuatan atau semacamnya.”

Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata, “Menyebarkan hubungan ranjang antara seseorang dengan pasangannya adalah pengkhianatan yang paling besar.”

Semoga manfaat sepuluh kiat ini dan semoga membuat hubungan intim semakin menarik dan tercapailah sakinah wa rahmah.

Referensi : islamqa.info

Sore hari saat menunggu di Juanda Airport @ Surabaya, 11 Jumadal Ula 1437 H

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber : rumaysho.com

(nahimunkar.com)

(Dibaca 34.783 kali, 125 untuk hari ini)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia