Pesan ialah apa yang dikomunikasikan oleh
sumber kepada penerima. Dan pesan disini merupakan seperangkat simbol verbal
dan nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, dan gagasan. Pesan itu sendiri
memiliki tiga komponen yaitu makna simbol yang digunakan untuk menyampaikan
makna dan bentuk, atau organisasi pesan.[1]
Pesan
dakwah adalah Islam atau syariat sebagaimana kebenaran hakiki yang datang dari
Allah melalui malaikat Jibril kepada para nabi-Nya dan yang terkhir kepada Nabi Muhammad SAW[2]. Pesan
dakwah ini diungkapkan dalam Alquran melalui beragam term antara lain sabili
rabbika seperti yang disebutkan
dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 125,
sebagai berikut:
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih
mengatahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk. ( Q.S. An-Nahl: 125)[3]
Pesan dakwah
yang berhubungan dengan masalah syariah atau sering disebut dengan hukum Islam.
Syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Syariat merupakan
jantung yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam diberbagai penjuru
dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut dibanggakan. Kelebihan dari
syariah Islam antara lain, adalah bahwa ia tidak dimiliki oleh umat-umat yang
lain. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan
nonmuslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Dengan adanya materi syariah ini,
maka tatanan sistem dunia akan teratur dan sempurna.[4]
Pesan dakwah
yang berhubungan dengan masalah syariah terbagi menjadi dua, yakni ibadah dan mu’amalah. Ibadah adalah menyembah Allah Swt dengan
tidak mempersekutukan-Nya yang diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu: (1) ibadah mahdlah,
yaitu ibadah yang langsung kepada Allah swt, seperti ibadah sholat, ibadah
haji, ibadah puasa, dan lain sebagainya yang telah ditentukan aturannya dalam
disiplin ilmu fiqih; dan (2) ibadah ghaira mahdlah, yaitu ibadah yang
tidak langsung kepada Allah swt, yakni terkait dengan makhluk Allah, seperti
santunan kepada kaum dhu’afa, gotong-royong membangun jembatan, menjaga
keamanan, pendidikan dan lain
sebagainya.[5] Mu’amalah
adalah interaksi dan komunikasi antar sesama
manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial
dalam kerangka hablu min al-nas hubungan baik antar sesama
manusia.[6]
Masalah mu’amalah meliputi: hukum berniaga, hukum nikah, hukum waris, hukum
pidana, hukum Negara, hukum perang dan damai.[7]
Masalah akhlak
Akhlak adalah budi
pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau thariqah atau
sesuatu yang sudah menjadi tabiat. Sedangkan menurut istilah, Ibnu Miskawih mengatakan akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan
tanpa memerlukan pertimbangan.[8]
Pesan dakwah mengenai
masalah akhlak meliputi akhlak kepada Allah Swt, akhlak terhadap manusia, diri
sendiri, tetangga, masyarakat, akhlak terhadap bukan manusia, flora dan fauna,
dan sebagainya.[9] Artinya akhlak bukan hanya terhadap Allah Swt saja, namun juga terhadap apa-apa yang telah
diciptakaannya, termasuk diri sendiri.
Ajaran
akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang
merupakan ekspresi dan kondisi kejiwaannya. Akhlak dalam Islam bukan norma
ideal yang tidak dapat diimplementasikan, dan bukan pula sekupulan etika yang
terlepas dari kebaikan norma sejati. Dengan demikian, yang menjadi materi akhlak
dalam Islam adalah mengenai sifat dan kriteria
perbuatan manusia serta berbagai kewajiban yang harus dipenuhinya. Karena semua manusia harus mempertanggungjawabkan setiap
perbuatannya, maka Islam mengajarkan perbuatan dan kewajiban yang mendatangkan
kebahagiaan, bukan siksaan. Bertolak dari prinsip perbuatan manusia ini, maka
materi akhlak membahas tentang norma luhur yang harus menjadi jiwa dari
perbuatan manusia, serta tentang etika atau tata cara yang harus dipraktikkan
dalam perbuatan manusia sesuai dengan jenis sasarannya.[10]
Menurut ajaran islam berdasarkan praktik Raulullah, pendidikan ahlakul
karimah adalah faktor penting dalam membina suatu ummat atau membangun sesuatu
bangsa. Oleh karena itu program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha, ialah
membina ahlakmulia. Ia harus ditanamakan kepada seluruh lapisan dan tingkatan
masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah.
Sumber utama ajaran islam sebagai pesan dakwah
tidak lain adalah Alquran itu sendiri, yang setidaknya mengandung sepuluh
maksud pesan Alquran sebagai sumber utama Islam yaitu:
1)
Menjelaskan hakikat tiga rukun agama Islam yaitu iman, Islam dan
ihsan yang telah didakwahkan oleh para nabi dan rasul.
2)
Menjelaskan segala sesuatu yang belum diketahui manusia tentang
hakikat kenabian, risalah dan tugas para rasul Allah.
3)
Menyempurnakan aspek psikologis manusia secara individu, kelompok,
dan masyarakat.
4)
Mereformasi kehidupan sosial kemasyarakatan dan sosial politis di
atas dassar kesatuan nilai kedamaian, dan keselamatan dalam keagamaan.
5)
Mengokohkan keistimewaan universalitas ajaran islam dalam membentuk
kepribadian melalui kewajiban dan larangan.
6)
Menjelaskan hukum islam tentang kehidupan politik negara.
7)
Membimbing penggunaan urusan harta.
8)
Mereformasi sistem peperangan guna mewujudkan kebaikan dan
kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi.
9)
Menjamin dan memberikan kedudukan yang layak bagi hak-hak
kemanusiaan wanita dalam beragama dan berbudaya.
10) Membebaskan
perbudakan.
Pesan
dakwah dapat disampaikan dengan dua cara
yaitu:
a)
Langsung, yaitu dakwah yang dilakukan dengan cara tatap muka antara
komunikan dengan komunikatornya.
b)
Tidak langsung, yaitu dakwah yang dilakukan tanpa tetap muka antara
komunikator dan komunikan dilakukan dengan bantuan sarana lain yang cocok.
Pesan dakwah (massage)
daripada komunikasi ini secara khas adalah bersumber dari Alquran Surah Al-ahzab ayat 39 yang berbunyi sebagai
berikut:
Artinya :
(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah
Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada
seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat
perhitungan ( Q.S. Al-ahzab: 39) .
Mengenai risalah-risalah Allah
ini, Moh. Natsir membaginya dalam tiga bagian pokok, yaitu :
(1) Menyempurnakan hubungan manusia dengan Khaliq-Nya, hablum minallah atau mua’amalah
ma’al Khaliq.
(2)
Menyempurnakan hubungan manusia dengan sesama manusia hablumminan-nas atau mua;mallah ma’al khalqi.
(3)
Mengadakan keseimbangan (tawazun) antara kedua itu, dan
mengaktifkan kedua-duanya sejalan dan berjalan.[11]
2. Pengertian Dakwah
a. Menurut Bahasa
Dakwah merupakan bahasa Arab,
berasal dari kata da’wah, yang bersumber pada kata da’a, yad’u, da’watan
yang bermakna, (1) memanggil, (2) menyeru, (3) menegaskan, (4) perbuatan atau
perkataan untuk menarik kepada sesuatu, dan (5) memohon dan meminta.[12] Dalam kamus bahasa Arab kata دعا artinya
memanggil atau mengundang.[13]
Kata dakwah diartikan dengan menyeru, memanggil
atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh
berbuat kebajikan dan melarang perbuatan mungkar sesuai dengan ajaran Allah Swt
yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat.[14]
Dari
beberapa pengertian diatas, maka seiring dengan yang disebutkan dalam Alquran
bahwa secara etimologi dakwah itu berarti ajakan, seruan atau panggilan.
Kata dakwah yang berarti ajakan
terdapat pada surah Yusuf ayat 108 yang berbunyi:
Artinya:
“ Katakanlah: "Inilah jalan
(agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
dengan hujah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang
yang musyrik”. ( Q.S. Yusuf: 108 )[15]
Kata dakwah yang berarti seruan terdapat
pada surah Fusilat ayat 33:
Artinya:
siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:
"Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang menyerah
diri ".( Q.S. Fusilat : 33 )[16]
Kata dakwah yang berarti panggilan
terdapat dalam surah al-Ma’arij ayat 17 yang berbunyi:
Artinya:
“ yang
memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama).(Q.S.
al-Ma’arij : 17 )”[17]
b. Menurut Istilah
Dalam pandangan
Ibnu Taimiyah, dakwah dalam arti seruan kepada agama Islam itu adalah seruan
untuk beriman kepada Allah Swt dan ajaran yang dibawa oleh para utusan-Nya,
membenarkan berita yang mereka sampaikan, dan menaati perintah Allah Swt.[18] Artinya dakwah Islamiyah adalah menyeru manusia
agar beriman kepada Allah Swt dan
bertakwa kepada-Nya dengan ajaran agama yang dibawa oleh utusan-Nya.
Muhammad Al-Ghazali mengistilahkan dakwah dengan suara nubuwwah.
Baginya dakwah adalah suara nubuwwah yang berkumandang menyadarkan umat
manusia dari kelalaian dan kesalahan serta mengajak ke jalan Allah Swt.[19]
Menurutnya dakwah Islamiyah ialah seperti halnya seruan
para Nabi yang mengajak umat manusia
kejalan kebenaran. Setelah
tugas kenabian ditutup oleh Nabi
Muhammad Saw, maka
dakwah Islamiyah menjadi tugas para ulama yang menjadi pewaris tugas para nabi.
Dakwah
Islamiyah bukan hanya diartikan sebatas
pada ceramah, pidato, khutbah, atau nasehat saja, namun mencakup artian yang
luas. Sejalan dengan pendapat Ali
mahfuz, bahwa dakwah lebih dari sekedar ceramah dan pidato, walaupun memang
secara lisan dakwah dapat diidentikkan dengan keduanya. Lebih dari itu, dakwah juga meliputi tulisan (bi al-qalam)
serta perbuatan sekaligus keteladanan (bi al-hal wa al-qudwah).[20]
Toha Yahya Oemar mengatakan bahwa,
dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Allah Swt untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.[21]
Serta pakar Alquran,
Quraish Shihab mendefinikan dakwah Islamiyah sebagai seruan atau ajakan kepada manusia menuju keinsafan, atau usaha mengubah situasi yang
tidak baik kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.[22]
Definisi
dakwah dalam kitab Hidayah al-Mursyidin karangan Syaikh Ali Mahfudh
ialah mendorong atau memotivasi orang lain untuk berbuat baik, mengikuti
petunjuk Allah Swt, menyuruh orang lain agar senantiasa mengerjakan kebaikan,
melarang untuk mengerjakan yang munkar, agar dia bahagia di dunia dan akhirat.[23]
Dakwah
Islamiyah menurut Penyuluh Agama Islam teladan Kota Banjarmasin tahun 2012
Asfiani Norhasani ialah kegiatan menyeru dan memanggil orang untuk beriman dan
taat kepada Allah Swt sesuai dengan garis aqidah, syari’at dan akhlak Islam.
Adapun kata dakwah yang sering disandingkan dengan kata islam ( dakwah
Islamiyah) memiliki maksud bahwa setiap orang islam berkewajiban untuk
melaksanakan dakwah.[24]
Dalam
istilah lain mengatakan dunia ini bagaikan sebuah kapal dimana di dalam kapal
tersebut adalah umat manusia yang sedang mengarungi bahtera (lautan). Umat
manusia yang berbuat dosa diistilahkan sebagai penumpang kapal yang membuat
lubang di kapal tersebut sehingga dapat menenggelamkan kapal yang ditumpangi
oleh banyak orang. Maka kegiatan dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh
pendakwah juga diistilahkan sebagai
menutup lubang dan mencegah agar orang lain agar tidak menambah lubang-lubang
di dalam kapal, agar semua umat manusia dapat selamat dari tenggelam.[25]
Begitu
banyak definisi-definisi di atas dan terlihat dengan redaksi yang berbeda,
namun dapat disimpulkan bahwa esensi dakwah merupakan aktivitas dan upaya untuk
mengubah manusia, baik individu maupun masyarakat dari situasi yang baik kepada
situasi yang lebih baik agar sejalan dengan ajaran Islam guna memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhiat.
Menurut
Abdul Rosyad Shaleh, terdapat titik temu antara berbagai definisi dakwah
tersebut ada tiga. Titik temu tersebut, ialah :
1.
Dakwah
adalah proses aktivitas yang dilakukan secara sadar.
2.
Usaha
yang diselenggarakan merupakan mengajak orang untuk beriman dan menaati Allah
atau memeluk Islam dan amar ma’ruf nahi munkar. Berupa perbaikan
membangun masyarakat.
Dakwah di zaman sekarang dapat menggunakan media-media massa yang
berkembang saat ini, baik media audio seperti radio atau media visual seperti
televisi dan film, serta media cetak seperti jurnal, tabloid, surat kabar, karya
tulis seperti cerpen, novel dan internet. Sesuai dengan kepentingannya. Faktor
penting lainnya adalah pengemasan pesan dakwah itu sendiri dalam media,
sehingga membuat dakwah menjadi menarik. Misalnya surat kabar lewat bahasa
sederhananya, pesan dakwah akan disenangi oleh masyarakat umum
Padahal kalau kita becermin Dakwah yang baik
bukanlah dakwah yang bersifat menggurui, betapapun misalnya disampaiakan oleh
seseorang dengan kualifikasi yang cukup memilki bobot, seorang juru dakwah yang
baik, haruslah jujur pada dirinya sendiri terlebih dahulu. Bagaimana pesan yang
terkandung dalam al Qur’an melalui dakwah dapat menggugah kesadaran dan
menggerakkan partisipasi khalayak pendengarnya, apabila disampaiakan oleh orang
yang dalam kedudukan dan jabatannya justru memilki citra satunya kata dengan
tindakan.
Pada sejarah nabi, dalam teladan dakwahnya beliau senantiasa
menunjukan satunya kata dengan tindakan. Nabi menunjukan adanya kesatuan antara
ucapan degan perbuatan. Beliau tidak hanya hidup berdoa dan berkhutbah, tanpa
melakukan aksi sosial kemasyarakatan guna mewujudkan misi akbarnya. Dari
teladan dakwah yang demikian maka sesungguhnya dakwah bukanlah sekedar retorika
belaka, tetapi harus mampu menjadi teladan sebagai pembangunan secara nyata.
Seorang da’i harus mampu mengendalikan emosi dalam menyampaikan
dakwahnya. Dakwah adalah kabar gembira yang informatif. Kata gembira selalu
berkonotasi emosi, tetapi pengertian gembira yang disebut dalam Alquran tidak
lain adalah informasi edukatif yang diwahyukan oleh Allah kepada nabi muhammad Saw.
Untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia. Manakala informasi dakwah itu
disampaikan, ia harus bebas dari pengertian ria atau ujub. Jadi, emosi yang ada
pada seorang da’i adalah emosi positif berupa ekspresi kelemahlembutan,
kesabaran, keiklasan, dan keramahtamahan.[27]
Tujuan dakwah ini perlu perlu kita jelaskan
secara lebih kongkrit untuk memberikan gambaran kepada kita apa yang harus
dicapai, agar supaya jalannya jangan menyimpang dari tujuan.
Ada tiga pokok yang terpenting dari tujuan dakwah yaitu :[28]
a)
Mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah Yang Maha Esa, tanpa
mempersekutukannya dengan sesuatu dan tidak pula bertuhankan selain Allah.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa:36 senagai berikut :
Artinya :
Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun (Q.S. An-Nisa: 36 ).
b)
Mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama
karena Allah, menjaga agar supaya amal perbuatannya, jangan bertentangan dengan
iman.
Firman Allah :
Artinya :
Katakanlah:
"Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?"Yaitu orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya
Masalah pokok yang menjadi pesan dakwah adalah
akidah Islamiyah. Aspek akidah ini yang akan membentuk moral (akhlak) manusia.
Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan pesan di dalam dakwah Islamiyah
adalah masalah akidah atau keimanan.[29]
Akidah adalah kepercayaan atau keyakinan yang
berada didalam hati. Sedangkan akidah Islam tauhidullah. Tauhid pada esensinya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu: (1) tauhid uluhiyah, yaitu
menyakini bahwa Allah Swt adalah
Tuhan Yang Maha Esa yang harus diibadati tanpa mempersekutukan-Nya; dan (2) tawhid rububiyah, yaitu
menyakini bahwa Allah swt ialah pencipta, pemilik, penguasa, pemimpin
dan pemelihara alam semesta.[30]
Masalah akidah yang menjadi pesan utama dakwah
ini mempunyai ciri-ciri yang membedakan dengan kepercayaan lain, yaitu:
a.
Keterbukaan melalui kesaksian (syahadat). Dengan demikian seorang muslim
selalu jelas identitasnya dan besedia mengakui identitas agama lain.
b.
Cakrawala yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah swt adalah
Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu.
c.
Kejelasan dan kesederhanaan. Seluruh ajaran akidah, baik soal
ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk dipahami.
d.
Ketuhanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal
perbuatan.[31]
Akidah keimanan atau keyakinan
dalam islam.[32]
Masalah kepercayaan erat kaitannya dengan soal islam. Hakikat keduanya adalah
satu kesatuan yang paling berkait erat. Dalam bidang akidah, muhammadiyah
berusaha untuk menegakkan islam murni dengan membersihkan dari TBC tanpa
mengabaikan prinsip toleransi.[33]
Menurut Abu A’la Maududi, menenrangkan tentang hakikat
hubungan antara iman dan islam antara islam dengan iman, adalah laksana
hubungan pohon kayu dengan uratnya. Sebagaimana pohon kayu tidak dapat tumbuh
tanpa uratnya, demikian pula, mustahil
bagi seseorang yang tidak memiliki iman untuk memulai dirinya menjadi seorang
muslim.[34]Akidah
adalah masalah fundamental dalam islam, ia menjadi titik tolak bagi permulaan
islam. Sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan
seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akidah atau
menunjukan kualitas iman yang dimiliki. Karena iman itu bersegi teoritis dan
ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriyah dalam hidup dan
kehidupan sehari-hari.
[2]
Nahed Nuwairah, Pengantar Filsafat Dakwah, ( Institut Agama Islam negeri antasari
fakultas dakwah Banjarmasin 2010) , h. 42.
[4] Muhammad
Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah. Jakarta, Kencana, 2009.
h. 26-27.
[5]
Tata Sukayat, Op. Cit., h. 33.
[6]
Tata Sukayat, Loc. Cit.
[7]
Wahyu Ilahi, Op. Cit., h. 20.
[8]
Tata Sukayat, Loc. Cit.
[9] Wahyu Ilahi,
Komunikasi Dakwah, Op. Cit., h. 20.
[10]
Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Op.
Cit., h. 30-31.
[12] Tata
Sukayat, Quantum Dakwah (,Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.1.
[14] Siti
Uswatun Khasanah, Berdakwah Dengan Jalan Debat ( Purwokerto: STAIN
Purwokerto Press, 2007) , h. 25.
[16] Ibid.,
h. 383.
[17] Ibid..
h. 454.
[18] Tata
Sukayat, Op. Cit., h. 3.
[19] A.
Hasjmy, Dustur Da’wah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1994),
h. 18.
[20] A.
Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama Dan
Peradaban Islam ( Jakarta: Kencana, 2011 ), h. 28.
[21] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah
(Jakarta: Kencana, 2009 ),
h .20.
[22]
Muhammad Munir Dan Wahyu Ilahi, Loc. Cit.
[26]
M. Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Da’wah Kajian Ontologism Da’wah Ikhwan
Al-Safa (Yogjakarta: Pustaka Belajar, 2008), h.47.
[29] Muhammad
Munir dan Wahyu Ilahi, Op. Cit., h. 24.
[30] Tata
Sukayat, Quantum Dakwah. Jakarta,
Rineka Cipta, 2009. h. 32-33.
[31] Wahyu
Ilahi, Komunikasi Dakwah, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 103.
[33]
Syauqi, Muhammadiyah Dalam Bingkai Budaya,
( Yoqyakarta Pustaka Prisma, 2009), h. 67
[34] Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung : PT . Alma’arif, 1989, h. 120.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar