Dewasa ini, media khususnya komunikasi dan informasi telah mencapai tahap yang sangat mencengangkan. Betapa tidak, perkembangan teknologi dari mulai yang sederhana sampai yang mutakhir dan tercanggih, kini telah bisa dipakai dan dinikmati.
Lihatlah, betapa teknologi berkembang dari
tahap yang sederhana, hingga pada tahap modern. Perkembangan teknologi yang
demikian tentu memerlukan penyesuaian dan keterampilan tersendiri dalam
menggunakanya.
Perkembangan
teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin beragam, namun teknologi
penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah lekang, malahan terus berkembang.
Apalagi saat ini, ketika “kran” kebebasan membuka penerbitan dibuka lebar
setelah informasi. Kini semakin banyak media surat kabar dan majalah.
Masyarakat pun dengan leluasa bisa memilih dan memilih media yang disukainya.
Disamping itu mereka juga dapat dengan mudah menerima informasi itu, sambil
meminum teh manis atau secangkir kopi. Ia tidak harus jauh mencari, seperti
datang ketempat pusat-pusat pengajian misalnya.
Situasi
demikian adalah peluang sekaligus tantangan bagi para da’i akankah hanya
berdakwah melalui ceramah atau pengajian? Bukankah yang biasa datang ke tempat
pengajian terbatas orangnya dan rata-rata orang shaleh? Bagaimana halnya dengan
sejumlah kalangan lain, yang tidak sempat untuk datang kepengajian karena
sibuk? Mereka yang biasa mencari informasi hanya melalui bacaan-bacaan? Jika
para da’i hanya mengandalkan dakwah bi
al-lisan saja, dan hanya sebagai konsumen untuk informasi yang disampaikan
oleh media lain, maka salah satu lahan potensial tidak tergarap.
Oleh
karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan melalui
media tulisan. Melalui tulisan yang dikemas secara populer, dan dikirimkan lalu
dimuat di media massa seperti dikoran, majalah, tabloid maupun buletin, pesan
dakwah dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesanya
tergantung kepada keluangan mad’u
(objek dakwah).[1]
Disamping
itu, melalui tulisan yang dimuat media massa, tulisan dakwah dapat memberikan
“warna dakwah” terhadap pesan yang berkembang
dewasa ini. Alangkah disayangkan jika suatu media terpaksa menampilkan tulisan-tulisan
yang kurang bermutu, apalagi yang “picisan” dan “kekuning-kuningan” hanya
karena jarangnya tulisan dakwah yang bermutu.
Jarangnya
tulisan dakwah yang bermutu tersebut tentunya berkait erat dengan kuantitas dan
kualitas penulis dakwah sendiri. Padahal dengan semakin banyaknya media yang
muncul, tentu akan semakin banya pula membutuhkan tulisan-tulisan yang bermutu
dari penulis dakwah. Mengapa tidak juga para da’i mencoba menekuni dakwah
tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar