Langsung ke konten utama

Rasul Menangis Ketika Ibnu Masud Membacakan Suatu Ayat

1. Setiap sahabat Nabi Muhammad SAW mempunyai cerita dan jejak yang sepatutnya dapat ditiru oleh umat Islam saat ini. Seperti, Abdullah bin Mas’ud, sahabat nabi yang pernah membaca Al Qur’an di depan kaum Quraisy.
Dalam satu hadits riwayat  Ibnu Majah dan Ahmad, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang ingin membaca Al Qur’an yang baik seperti pertama kali turun maka bacalah seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud.”
Dari hal tersebut maka tidak heran, jika Nabi Muhammad SAW menyerukan kepada orang-orang untuk belajar Al Qur’an salah satunya kepada Abdullah bin Mas’ud.
“Ambilah Al Qur’an itu dari empat orang. Yaitu dari Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab,” kata Nabi Muhammad SAW.

Rasul Menangis Ketika Ibnu Masud Membacakan Suatu Ayat. Suatu kali Rasulullah shalallahu alaihi wasallam meminta Ibnu Mas’ud membaca Alquran. Ibnu Mas’ud agak kaget. 
“Bagaimana mungkin saya membacakan pada Anda Alquran, padahal ia datang melaluimu?”
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun meminta Ibnu Mas’ud untuk membaca. Dan sahabat Rasul itu pun membaca surah An-Nisa. Satu demi satu ayat dalam surah An-Nisa itu dibaca Ibnu Mas’ud. Hingga pada ayat ke-41. Rasul pun menangis. Tangisnya begitu jelas, hingga Ibnu Mas’ud menghentikan bacaannya. Ayat ke-41 itu berbunyi,
"Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).”

2. Hati-Hati Dengan Ghuluw (berlebih-lebihan menghormati manusia sejajar dengan Allah)
Berlebih-lebihan dalam segala hal tentu tak membawa manfaat apa pun. Demikian juga dengan berlebih-lebihan (ghuluw) dalam menjalankan agama ini. Meski dilandasi dengan niat yang baik sekalipun, sikap ghuluw tak lain hanya akan membawa kita menuju kesesatan
Bahkan menyamakan kedudukan Rasulullah dengan kedudukan Allah pun bisa dikatakan ghuluw, berhati-hatilah karena ghuluw merupakan jembatan dari kesesatan. 

3. Istiqamahlah dalam Bertauhid Kepada Allah
Istiqamah di atas tauhid, bukanlah pekerjaan yang ringan, lebih-lebih di zaman yang penuh dengan kerusakan seperti sekarang ini. Bahaya kesyirikan di zaman ini sangatlah hebat. Janganlah hati kita merasa aman dari bahaya kesyirikan, meskipun kita seorang cendekiawan, seorang akademisi, atau seorang profesor. Karena bisa jadi hari ini kita beriman, tetapi esok hari kita sudah menjadi orang kafir. Bahkan, bisa jadi pagi ini kita masih beriman, namun sore nanti kita sudah menjadi orang kafir karena sangat dahsyatnya godaan yang ada di sekeliling kita.
Karena kalimat "La ilahailallah" tidak akan bisa diucapkan sebelum kematiannya oleh seseorang yang tidak istiqamah dalam bertauhid kepada Allah. Dan apabila sebelum kematiannya bukan mengucapkan kalimat tauhid atau kalimat "la ilahailallah" maka orang tersebut tergolong (su'ul khotimah) naudzubillah

4. Kutunggu Engkau di Telagaku (Rasulullah)
Dan di antara kasih sayang dan rahmat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau telah menunggu umatnya di telaga beliau pada hari yang sangat mengerikan tersebut. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku menunggu kalian di telaga” (HR. Bukhari no. 6576).

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh akan banyak laki-laki yang ditolak (diusir) dari telagaku, sebagaimana diusirnya unta asing dari telaga (pemilik unta)” (HR. Bukhari no. 2367).

Semoga Allah Ta’ala memudahkan jalan kita untuk bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di telaga beliau dan minum dari telaga tersebut.

5. Kewajiban Mengikuti Jejak Salafush Shalih (sahabat Rasulullah)
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur-an yang diturunkan kepada-nya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah: 285] 
Orang-orang Mukmin ketika itu hanyalah para Sahabat Radhiyallahu anhum, tidak ada yang lain. Ayat di atas menunjukkan bahwasanya mengikuti jalan para Sahabat dalam memahami syari’at adalah wajib dan menyalahinya adalah kesesatan

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha terhadap mereka dan mereka ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah: 100]
Ayat tersebut sebagai hujjah bahwa manhaj para Sahabat Radhiyallahu anhum adalah benar. Orang yang mengikuti mereka akan mendapatkan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan disediakan bagi mereka Surga. Mengikuti manhaj mereka adalah wajib atas setiap Mukmin. Kalau mereka tidak mau mengikuti maka mereka akan mendapatkan hukuman dan tidak mendapatkan keridhaan Allah Azza wa Jalla.

6. Empat Nasihat Rasulullah Kepada Ibnu Abbas :
1. Perbaiki ketaqwaan
2. Istiqamah dalam iman dan taqwa
3. Jadilah pengikut setia Rasulullah
4. Janganlah menambah-nambah suatu hal yang baru dalam agama (bid'ah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia