Langsung ke konten utama

HAKIKAT TAWADU

*HAKIKAT TAWADU YAITU MEMANDANG ORANG LAIN SELALU LEBIH BAIK DARI KITA*

Salah satu hakikat dari sikap tawadu adalah _berusaha memandang orang lain selalu lebih baik dari kita, karena inilah_ *_lawan_* _dari rasa sombong yaitu merendahkan manusia._

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ bersabda, 

_“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat debu. Ada seorang yang bertanya, ‘Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus (apakah ini termasuk sombong?)’._ Rasulullah bersabda: _‘Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan,_ *_kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain’.”_* 
*[HR. Muslim no. 91].*


Seorang yang tawadu tidak akan merasa sombong dan merendahkan manusia, karena ia merasa tidak lebih mulia dari orang lain. Ia tidak akan pernah merasa lebih mulia sampai ia mengetahui kedudukannya di akhirat nanti.

Inilah yang dijelaskan oleh seorang ulama yaitu Abdullah Al-Muzani rahimahullah, beliau berkata,

_“Jika iblis_ *_memberikan_* _was-was kepadamu bahwa engkau_ *_lebih_* _mulia dari muslim lainnya, maka_ *_perhatikanlah:_*
✏  _Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau_ *_katakan:_* 
*Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku’.*

✏ _Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan,:_
*'Aku telah lebih dahulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku’.*
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat orang yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”
*[lihat Hilyatul Awliya’ 2/226, Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Asy-Syamilah]*

🌺  Dengan merasa *tidak lebih baik* atau lebih mulia dari orang lain, seorang yang tawadu akan berusaha:

1. Memuliakan orang lain, karena ia menganggap bahwa orang lain lebih baik darinya serta tidak mudah meremehkan orang lain. Sikap ini akan memudahkan ia berinteraksi dengan orang lain dan dapat melahirkan ahklak yang mulia.

2. Berusaha terus memperbaiki dirinya dan meningkatkan kualitas diri karena ia merasa ada yang perlu ditingkatkan.
Allah Memuji Orang yang Tawadu

Allah Ta’ala berfirman,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

_“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik”_ *(QS. Al-Furqaan: 63).*

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ menegaskan bahwa orang yang tawadu akan *ditinggikan* derajatnya oleh Allah, beliau bersabda, 

_“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadu (rendah hati) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya”_ *(HR. Muslim no. 2588).*

Bukanlah termasuk tawadu orang yang memakai baju yang lusuh serta muka yang lemas dan layu atau jika mengerjakan shalat terlalu menunduk dipaksakan. Hal ini bukanlah termasuk zuhud sebagaimana yang disangkakan. Al-Junaid menjelaskan bahwa orang *zuhud itu tidak tergantung hatinya dengan dunia karena tujuannya adalah akhirat.* Beliau berkata, 

_“Orang yang zuhud tidak bangga karena memiliki dunia dan tidak sedih jika kehilangan dunia.”_ *[Madarijus-Salikin, 2/10, Darul Kitab Al-Arabiy]*

🌺  Oleh karena itu orang kaya raya juga bisa zuhud, sebagaimana kisah berikut: 

_“Suatu hari Imam Ahmad bin Hambal mendapatkan pertanyaan mengenai seorang yang memiliki uang sebanyak seribu dinar (1 dinar = 4,25 gram emas), apakah dia bisa menjadi orang yang zuhud?_

Jawaban beliau,

_‘Bisa dengan dua syarat, yaitu:_

1.Tidak gembira jika hartanya bertambah dan

2.Tidak sedih jika hartanya berkurang’.” *[Uddah Ash-Shabirin 15/26, Ibnul Qoyyim, Darut Turats]*

Demikian semoga bermanfaat

(Sumber: Muslim.or.id)
Oleh: Mutiara Risalah Islam

•┈•••◎❅❀❖💠❖❀❅◎•••┈•

📑 Editor :
*Abu Hasan Abdillah*

*Yuk! Gabung WAG "Mutiara Sunnah"*  
Ketik : Gabung#Nama#Asal kirim :
📲 *WA* : 08124447044 Admin

📳 Menyajikan artikel dan audio kajian ilmiah

📭 _*Share, yuk! Semoga saudara-saudara kita mendapatkan faedah ilmu*_

● Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

ﻣﻦ ﺩَﻝَّ ﻋﻠﻰ ﺧﻴﺮٍ ﻓﻠﻪ ﻣﺜﻞُ ﺃﺟﺮِ ﻓﺎﻋﻠِﻪ

*“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”* [HR. Muslim no. 1893]

•┈┈•••○○❁ 📖 ❁○○•••┈┈•

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia