Langsung ke konten utama

Memercayakan Anak kepada Orang Lain

Ada tren, kini ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore hari, sementara itu pengasuhan anaknya diserahkan kepada orang lain. Faktor ekonomi menjadi alasan yang kuat melatari fenomena ini. 

Alasan kedua adalah kecenderungan para istri yang tidak ingin tinggal di rumah dan hanya mengurus anak serta rumah tangga. Sesungguhnya hal ini sangatlah
berbahaya, apalagi jika tugas pengasuhan ini diserahkan kepada pembantu atau baby sitter. Antara ayah dan ibu sebenarnya tidak ada perbedaan kadar tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan kepada anak. 

Namun, pada sisi peranannya, seorang ayah diwajibkan menafkahi keluarganya.
Sementara, seorang ibu menjadi pembina rumah tangga dan pengatur anak-anak yang utama. Apabila keduanya justru disibukkan oleh aktivitas mencari nafkah, tidak pelak anak akan kehilangan masa-masa emas sentuhan ibunya pada pagi hingga sore hari.

Orangtua mana  yang bisa menjamin orang yang dititipi anaknya akan memperlakukan sang anak seperti anak mereka sendiri? Bagi kita bisa menjamin pendidikan akhlak mereka dari orang
lain yang tidak punya kepentingan  terhadap anak kita? Ingatlah hak anak seperti yang di ungkapkan Rasulullah saw,
Seorang datang kepada Nabi saw dan bertanya, "Ya Rasulullah, apa hak anakku ini? Nabi menjawab Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberi kedudukan yang baik (dalam hatimu). (HR Aththusi)

Akan tetapi, bagaimana kalau anak dititipi kepada orangtua ataupun mertua? Sesungguhnya hal demikian jelas menjadi beban orang ataupun mertua kita. Seorang ustad sempat mengatakan bahwa hal ini menjadi dosa karena orangtua kita sudah merawat kita sejak kecil hingga dewasa, dan sekarang malah dibebani lagi merawat cucunya.

Pengaruh orangtua ataupun mertua bisa masuk ke anak, apalagi jika orientasi kakek dan nenek sang anak adalah memanjakan. Apa yang coba diinstall oleh orang tua sang anak justru bisa saja dimentahkan kembali oleh pola asuh kakek dan neneknya.

Jalan tengah untuk hal ini adalah pertama perlu mencermati pola asuh dari sang kakek maupun nenek si anak. Jika ada hal-hal yang menyimpang, segeralah diskusikan dengan pasangan jalan keluarnya.

Hal penting tetaplah mengusahakan anak dapat diasuh sendiri sehingga perlulah kiranya istri merencanakan kapan ia bisa berhenti bekerja ataupun bekerja di rumah.

Tentu setiap keluarga harus memiliki visi mandiri, termasuk dapat segera berpindah dari rumah mertua indah' ke rumah sendiri
meski harus menyewa sekalipun. Di dalam rumah sendiri, sebuah keluarga bisa menetapkan pola asuh dan manajemen anaknya sendiri tanpa pengaruh dari siapa pun yang bisa merugikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia