Langsung ke konten utama

KEUTAMAAN UCAPAN "JAZAAKALLOOHU KHOIRON





● قال عمر بن الخطاب - رضي الله عنه - :
*《 لو يعلم أحدكم ما له في قوله لأخيه جزاك الله خيرا ؛ لأكثر منها بعضكم لبعض 》.*
 |[ ابن أبي شيبة (١/٤٣٦) ]|
*Umar bin Al-Khotthob* rodhiyallohu anhu pernah berkata :
_"Seandainya salah seorang di antara kalian mengetahui apa yg akan dia dapatkan (yakni pahala) dari ucapan *"jazakallohu khoiro"* yg dia tujukan kepada saudaranya (sesama Muslim), tentu akan memperbanyaknya sebagian kalian dgn sebagian yg lainnya !"_
[ *Al-Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah*, 1/436]
*Catatan :*
1. Ucapan _"Jazakallohu khoiro"_ atau _"Jazakumullohu khoiro"_, adalah salah satu bentuk ucapan terima kasih seseorang terhadap orang yg lainnya, yg memberikan kebaikan kepadanya.
Arti/makna dari kata tersebut adalah : _"semoga Alloh membalas kepadamu/kepada kalian, dgn kebaikan (yg banyak)."_
2. Hal itu karena, orang yg diberi kebaikan oleh orang lain, sepantasnya bersyukur/berterima kasih kepada orang yg memberi kebaikan kepadanya.
Dan dlm syari'at agama kita, orang yg berterima kasih kpd orang lain itu, dinilai juga sebagai bentuk syukur kepada Alloh ta'ala.
Sebagaimana hal itu ditunjukkan dalam hadits berikut ini :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ ».
Dari *Abu Hurairah* radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
_“Tidak bersyukur (berterima kasih) kepada Alloh, seseorang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada orang lain.”_
(HR. *Abu Daud*, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh dalam kitab beliau *Silsilatul Ahaadits Ash-Shahihah*, 1/702)
3. Makna hadits tsb di atas, dijelasksn oleh Al-Imam Al-Khotthoby rohimahullah ada dua makna, yaitu :
أحدهما : أن من كان طبعه وعادته كفران نعمة الناس وترك الشكر لمعروفهم كان من عادته كفران نعمة الله تعالى وترك الشكر له.
والوجه الآخر : أن الله سبحانه لا يقبل شكر العبد على إحسانه إليه إذا كان العبد لا يشكر إحسان الناس ويكفر معروفهم. اهـ
“Hadits ini ditafsirkan dengan dua makna:
*Pertama :* _“Bahwa barangsiapa yang tabiat dan kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat (kebaikan) orang, dan tidak bersyukur atas kebaikan mereka, maka niscaya termasuk kebiasaannya adalah kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya._
*Kedua :* _“Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak menerima syukurnya seorang hamba atas kebaikan-Nya kepadanya, jika seorang hamba tidak mau bersyukur kepada kebaikan orang lain, dan kufur terhadap kebaikan mereka.”_
[ *Sunan Abu Daud bi Syarh Al Khotthoby*, 5/ 157-158 ]
4. Adapun *cara bersyukur atau berterima kasih atas kebaikan orang lain itu,* bentuknya bisa bermacam-macam. Diantaranya seperti yg ditunjukkan di dalam hadits2 berikut ini :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ ».
Dari *Jabir bin Abdillah* radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
_“Barangsiapa yang diberikan sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan/kemampuan, maka hendaknya ia membalasnya. Jika ia tidak mendapati, maka pujilah dia. Barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia telah bersyukur kepadanya. Barangsiapa menyembunyikannya, sungguh ia telah kufur (yakni belum dianggap bersyukur).”_
[HR. *Abu Daud* dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh di dalam kitab *Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah*, no. 617]
Di dalam hadits ini ditunjukkan, bentuk syukur atau terima kasih itu adalah dgn : *membalas kebaikan orang dgn yg semisalnya/sertimpal dgn pemberiannya, atau dengan memuji atau dgn sekedar mengucapkan terima kasih kepadanya.*
Dalam hadits yg lainnya :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَتَى إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَلْيُكَافِئْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَلْيَذْكُرْهُ فَمَنْ ذَكَرَهُ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ تَشَبَّعَ بِمَا لَمْ يَنَلْ فَهُوَ كَلاَبِسِ ثَوْبَىْ زُورٍ ».
Dari *Aisyah* radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
_“Barangsiapa yang diberikan kepadanya sebuah kebaikan, hendaklah ia membalasnya. Dan barangsiapa yang tidak sanggup, maka sebutlah (kebaikan)nya. Dan barangsiapa yang menyebut (kebaikan)nya, maka sungguh ia telah bersyukur kepadanya. Dan barangsiapa yang puas dengan sesuatu yang tidak ia miliki, maka ia seperti seorang yang memakai pakaian kepalsuan.”_
[ HR. *Imam Ahmad* dan dihasankan oleh Sysikh Al-Albani rohimahulloh di dalam *Shahih At-Taghib wa At-Tarhib,* no 974]
Hadits ini menunjukkan, bahwa diantara bentuk syukur/berterima kasih itu adalah : *menyebut-nyebut kebaikan orang yg membantu/menolong kita.*
Dalam hadits yg lainnya :
عَنْ أَنَسٍ قَال َ: قَالَتِ الْمُهَاجِرُونَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبْتِ الْأَنْصَارُ بِالْأَجْرِ كُلِّهِ، مَا رَأَيْنَا قَوْمًا أَحْسَنَ بَذْلًا لَكَثِيرٍ، وَلَا أَحْسَنَ مُوَاسَاةٍ فِي قَلِيلٍ مِنْهُمْ، وَلَقَدْ كَفَوْنَا الْمُؤْنَةَ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ تُثْنُونَ عَلَيْهِمْ بِهِ، وَتَدْعُونَ اللهَ لَهُمْ؟» قَالُوا: بَلَى قَالَ: «فَذَاكَ بِذَاكَ»
Dari *Anas bin Malik* radhiyallahu ‘anhu dia berkata :
_"Kaum Muhajirin berkata : _“Wahai Rasulullah, kaum Anshor telah pergi dengan (membawa) pahala seluruhnya (yakni mereka telah memperoleh pahala yg banyak , dengan sebab amal sholih yg mereka lakukan). Kami tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik pemberiannya dengan sangat banyak, tidak pernah lebih baik tenggang rasanya dalam perihal yang sedikit, dibandingkan mereka, dan mereka juga telah mencukupi kebutuhan-kebutuhan kami (orang-orang Muhajirin) ?"_
Beliau bersabda: _“Bukankah kalian telah memuji mereka atas itu, dan berdoa kepada Allah untuk mereka ?”_
Mereka menjawab: “Iya”, benar !
Beliau berkata: _“Maka dengan itu (sudah mencukupi) !”_
[HR. *An-Nasai* di dalam *Sunan Al-Kubra*, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rohimahulloh di dalam *Shahih At-Taghib Wa At-Tarhib*, no 977]
Hadits ini menunjukkan, bahwa diantara bentuk membalas kebaikan orang lain itu adalah : *dengan memuji/berterima kasih kepada mereka dan mendoakan kebaikan untuk mereka.*
Kemudian juga dalam hadits yg lainnya :
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ ».
Dari *Usamah bin Zaid* ridhiyallohu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
_“Barangsiapa yang diberikan kepadanya kebaikan, lalu ia mengatakan kepada pelakunya : *“Jazakalloh khairon (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan)",* maka sungguh ia telah benar-benar menyampaikan pujian (terima kasih).”_
[HR. *At-Tirmidzi* dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab *Shahih Al Jami’*, no. 6368]
Hadits ini menunjukkan, bahwa diantara bentuk terima kasih kita kpd orang yg telah memberi kebaikan kepada kita adalah dgn mendoakan mereka : *"JAZAKALLOHU KHOIRO"* ( _Semoga Alloh membalasmu dengan kebaikan !")_
Demikianlah, diantara adab dan tata cara yg diajarkan oleh Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam dan jg para Sahabat beliau rodhiyallohu anhum ajma'in tentang berterima kasih kepada orang lain.
Semoga hal yg ringkas ini bermanfaat bagi kita semuanya..... Barokallohu fiikum....
Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia