Langsung ke konten utama

NASIHAT DAN WASIAT UNTUK PARA PENUNTUT ILMU

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Nasihat Pertama
PENUNTUT ILMU HARUS BERTAQWA KEPADA ALLAH TA’ALA
Seorang penuntut ilmu harus bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana pun ia berada, juga harus senantiasa merasa diawasi oleh-Nya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْـحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”[1]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ.

“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertaqwa, cukup, dan tersembunyi.”[2]

Nasihat Kedua
PENUNTUT ILMU WAJIB MENGHORMATI GURU DAN BERTERIMA KASIH KEPADANYA
Seorang penuntut ilmu wajib menghormati ustadz (guru)nya yang telah mengajarnya, wajib beradab dengan adab yang mulia, juga harus berterima kasih kepada guru yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepadanya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَـيْسَ مِنَّا مَنْ لَـمْ يُجِلَّ كَبِيْـرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيْـرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِـمِنَا حَقَّهُ

“Tidak termasuk golongan kami; orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak seorang ulama.”[3]

Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullaah berkata, “Seorang penuntut ilmu harus memperbaiki adabnya terhadap gurunya, memuji Allah yang telah memudahkan baginya dengan memberikan kepadanya orang yang mengajarkannya dari kebodohannya, menghidupkannya dari kematian (hati)nya, membangunkannya dari tidurnya, serta mempergunakan setiap kesempatan untuk menimba ilmu darinya.

Hendaklah ia memperbanyak do’a bagi gurunya, baik ketika ada maupun ketika tidak ada.

Karena, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdo’alah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya.”[4]

Adakah kebaikan yang lebih agung daripada kebaikan ilmu? Padahal, setiap kebaikan itu akan terputus kecuali kebaikan ilmu, nasihat dan bimbingan.

Setiap masalah yang dimanfaatkan oleh setiap manusia dan orang yang mengambil ilmu darinya, maka manfaatnya akan diperoleh oleh orang yang mengajarkannya dan juga penuntut ilmu dan orang lain. Sebab, hal itu adalah kebaikan yang senantiasa mengalir kepada pemiliknya.”

Syaikh as-Sa’di rahimahullaah melanjutkan, “Temanku telah mengabarkan kepadaku -ketika itu gurunya telah meninggal- ketika ia telah berfatwa dalam suatu masalah dalam ilmu faraa-idh (ilmu waris) bahwa ia melihat gurunya dalam mimpi membaca di dalam kuburnya. Ia berkata, ‘Masalah si fulan yang engkau berfatwa mengenainya, pahalanya telah sampai kepadaku.’

Ini adalah perkara yang telah dikenal dalam syari’at,

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa membuat contoh yang baik, maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat.”[5]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
_______
Footnote
[1] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1987), Ahmad (V/153, 158, 177), dan ad-Darimi (II/323), dari Abu Dzarr radhiyal-laahu ‘anhu. Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no. 1987), Ahmad (V/236), dan ath-Thabrani dalam al-Ausath (no. 3791), dari Muadz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu.
[2] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2965) dan Ahmad (I/168), dari Shahabat Sa’ad bin Abi Waqqas radhiyallaahu ‘anhu.
[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/323) dan al-Hakim. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 5443).
[4] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/98-99), Abu Dawud (no. 1672), an-Nasa-i (V/82), al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 216), Ibnu Hibban (no. 3400-at-Ta’liqaatul Hisaan), al-Hakim (I/412, II/13), dan ath-Thayalisi (no. 2007), dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 254).
[5] Al-Mu’iin ‘ala Tash-hiih Adaab wa Akhlaaqil Muta’allimin (hal. 31-33).

Read more https://almanhaj.or.id/10878-penuntut-ilmu-harus-bertaqwa-kepada-allah-taala-menghormati-guru-dan-berterima-kasih-kepadanya.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia