Langsung ke konten utama

Jiwa yang Selamat

*Jiwa Selamat Dan Celaka*

  “Jiwa seseorang pasti berada dalam salah satu dari dua keadaan; selamat atau celaka. Jiwa dikatakan celaka apabila ia terluka, mengeluh, dihantui kebencian, berpaling, berprasangka buruk kepada Allah, tidak bersabar, tidak ridha, dan tidak menuruti perintah Allah. Atau ia berakhlak buruk, menyekutukan Allah, dan bergantung kepada sebab.

  Sebaliknya, jiwa dikatakan selamat apabila ia menentang hawa nafsu dan syahwat. Baginya, nikmat makanan, minuman, pakaian, wanita, dan kendaraan tidaklah seberapa nikmat. Kenikmatan semacam itu kecil dan tak seberapa. Lalu, ia mencari kenikmatan yang lebih besar dan lebih baik sehingga ia mengesampingkan kenikmatan yang kecil itu. Ia rela bersusah payah mengurangi deras air bah dan menyelami lautan yang dalam untuk mencapai tujuannya.

  Namun demikian, ada juga orang yang ketika ditimpa musibah, tidak mengharapkan apa-apa selain mengetahui  rahasia di balik musibah. Ia ingin melepas segala kenikmatan, keinginan dan kelezatan. Ia tidak meminta sesuatu pun di dunia. Namun, setelah terlepas dari musibah, ia kembali tidak sadar, tidak bersyukur, angkuh dan berpaling dari ketaatan, terjun ke lembah maksiat, serta lupa akan rahasia di balik cobaan dan musibah.

  Seandainya ia tetap taat kepada Allah, bersyukur dan ridha dengan pemberian-Nya, itu lebih baik baginya di dunia dan akhirat. Ia akan mendapatkan tambahan nikmat dari Allah Azza wa Jalla.

  Maka, barangsiapa menginginkan keselamatan dunia dan akhirat, ia mesti bersabar, ridha, tidak mengeluh kepada makhluk, menumpahkan semua hajat hanya kepada Allah, selalu taat, dan menanti kemudahan dari-Nya, sambil terus mengerahkan kemampuan usaha dan beribadah kepada Allah.

  Allah pastilah yang terbaik dan ketentuan-Nya yang terbaik pula. Ketika Allah tidak memberi, itu juga merupakan anugerah. Ketika Allah menimpakan musibah, itu juga merupakan kenikmatan. Ketika Allah memberi ujian, itu juga merupakan obat. Semua perbuatan-Nya pasti yang terbaik, bijak dan bermaslahat. Dialah yang paling tahu kemaslahatan untuk hamba-hamba-Nya dan Dia Maha tahu.

  Jadi, keadaaan terbaik yang harus kita jalani adalah bersikap ridha dan berserah diri serta sibuk beribadah dengan menjalankan perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya dan rela menerima takdir-Nya. Dan, janganlah bertanya, “Mengapa?” “Bagaimana?” atau “Kapan?”

Syekh Abdul Qadir Jailani _dalam kitab Futuh Al-Ghaib_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia