Langsung ke konten utama

Hukum Melaksanakan Dakwah



Ada beberapa pemikiran dari para ulama dalam menanggapi hukum melaksanakan dakwah. Beberapa pemikiran para ulama tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga pendapat, yakni kewajiban personal, kewajiban kolektif, dan  kewajiban pesonal sekaligus kewajiban kolektif.
Pertama, melaksanakan dakwah adalah kewajiban personal (fardu’ain). Maksudnya dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim, yakni seseorang akan diganjar dosa jika tidak melaksanakannya. Sebagaimana firman Allah swt didalam alquran  Surah Ali Imran ayat 110:
Artinya:
 “ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …” ( Q.S. Ali Imran: 110 ).[1]

            Argumentasi lain, berdasarkan pada Hadits Rasulullah Saw yang mengisyaratkan bahwa berdakwah adalah suatu kewajiban personal :
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ ) .رواه مسلم(


Artinya:
 “ Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim)[2]

                Dari segi penetapan hukum, dalam pandangan Imam Al-Mawardi, dakwah atau upaya menyeru umat manusia melaksanakan kebaikan (al-Ma’ruf) dan meninggalkan pebuatan buruk (al-Mungkar) merupakan kewajiban dan merupakan urusan keagamaan (al-Qawaid al-Diniyah). Bahkan dalam pandangan Ibnu Taimiyah, melaksanakan dakwah (ta’muruna bi al-Ma’ruf wa tanhawna ‘an al-Mungkar) merupakan kewajiban dan pertama serta sebaik-baik perbuatan.[3]
            Beberapa definisi di atas menerangkan bahwa dakwah adalah kewajiban bagi orang Islam, yakni fardu ain ( kewajiban secara personal). Artinya sesorang akan mendapatkan ganjaran dosa apabila tidak melaksanakan dakwah dan sebaliknya jika seseorang melaksanakan kewajiban berdakwah maka akan di ganjar dengan pahala.
            Kedua, melaksanakan dakwah adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Hal ini berarti, dakwah merupakan kewajiban yang dibebankan kepada orang-orang tertentu yang berkompeten dalam suatu masyarakat. Bila di dalam suatu masyarakat ada yang mewakili tugas itu, maka gugurlah kewajiban untuk yang lain. Sebaliknya, jika tidak ada, maka semua dari masyarakat tersebut akan mendapatkan dosa.
            Tugas berdakwah itu tidaklah mudah, karena ia memerlukan keahlian dan keterampialan sendiri, baik itu segi intelektual, emosional maupun spiritual. Dapat dikatakan bahwa dakwah berarti tidak dibebankan kepada setiap orang, melaikan kepada golongan tertentu yang berkompeten.[4] Sebagaimana firman Allah Swt di dalam alquran Surah at-Taubah ayat 122                   
Artinya “ tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah:122)[5]

            Ayat di atas menjelaskan, bahwa dakwah itu tidak diwajibkan kepada setiap orang, tetapi kepada segolongan orang saja. Mereka adalah ulama, yang dipersiapkan secara khusus untuk dua hal, mendalami agama (tafaqquh fi al din), dan menyampaikan pesan agama itu pada masyarakat (dakwah). [6]
                Ketiga, melaksakan dakwah hukumnya wajib personal (fardhu ‘ain) sekaligus wajib kolektif (fardhu kifayah). Maksudnya hukum asal berdakwah itu adalah wajib personal. Namun demikian, pada aspek tertentu, dakwah tidak dapat diserahkan kepada sembarangan orang. Dakwah memerlukan kompetensi dan itu hanya mugkin dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam berdakwah.
            Menurut Sayyid Quthub, dakwah merupakan konsekuensi logis dari iman. Iman dipandang eksis bila telah diwujudkan dalam bentuk amal saleh dan dakwah. Namun demikian, pada kesempatan lain menurut Sayyid Quthub, dakwah memerlukan jema’ah inti yang seluruh hidupnya dibaktikan untuk berdakwah.[7] Pedapat Sayyid Quthub ini menjelaskan bahwa kegiatan dakwah secara luas itu mesti dilakukan oleh seseorang yang memang mampu untuk melaksanakannya, yakni hanya orang tertentu saja.
                Sejalan dengan pendapat M. Quraish Shihab, bahwa betul dakwah merupakan kewajiban individu (setiap muslim), tetapi ada kelompok khusus (juru dakwah) yang menanggani dakwah secara propesional. Kewajiban dakwah secara individual berlaku pada tingkatan wa tawashaw bi al-haq wa tawashaw bi al-shabr (nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran). Sementara secara kolektif, kewajiban dakwah membutuhkan organisasi, manajemen, dan jaringan sosial yang kuat.[8]


                [1]  Departemen Agama RI, Al-aliyy Al-Quran & Terjemahnya, Op. Cit., h. 50
[2]  Imam Nawawi, RiyadhusSholihin  ( Indonesia : Al-Haramain, 2005),  h. 108
[3]  Tata sukayat, Op. Cit., h .21.
[4] A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Op. Cit., h. 66.
[5] Departemen Agama RI, Al-aliyy Al-Quran & Terjemahnya, Op. Cit., h. 164
[6] A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Op. Cit., h. 67.
[7] Ibid., h. 69.
[8] Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer ( STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2006) , h.37.

Komentar

Populer

semanagat KERJANYA

Ibn Khaldun dalam Muqaddimah sudah menulis sebuah hukum sosial yang tragis: "Ketika negara masih kokoh, pajak sedikit namun hasilnya banyak. Tetapi ketika negara lemah, pajak diperbanyak, dan hasilnya justru semakin berkurang. Sebab rakyat tak lagi mampu menanggung beban." Ironinya, teori ini kini terbukti di depan mata. Pajak dinaikkan, subsidi dipangkas, pungutan diperluas, tetapi kesejahteraan rakyat tetap jalan di tempat. Sementara kelas istana justru semakin bugar dengan fasilitas, tunjangan, dan gaya hidup yang tak pernah mengenal kata hemat. Padahal, dalam tradisi fikih, prinsip penarikan pajak harus berlandaskan keadilan (al-‘adl fi at-taklīf). Imam al-Mawardi dalam al-Ahkām as-Sulthāniyyah menegaskan, harta rakyat tidak boleh dipungut kecuali dengan hak yang jelas dan untuk kemaslahatan yang nyata. Sebab itu, ‘Umar bin Khattab RA menolak menambah beban rakyat meskipun kas negara menipis, dengan kalimat yang tegas: "Aku tidak akan mempertemukan mereka...

pengemudi ojol

Innalillahi wa innailaihi rojiun. Affan Kurniawan, pengemudi ojol, tulang punggung 7 anggota keluarganya, wafat setelah dilindas kendaraan taktis Brimob. Hidup sederhana di kontrakan sempit 3x11 meter, tapi semangat juangnya begitu luas: menafkahi orang tua, adik, dan keluarganya. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.” (HR. Tirmidzi). Affan sudah mengajarkan arti sabda itu dengan pengorbanannya. Doa terbaik untuk Affan. Semoga Allah lapangkan kuburnya, angkat derajatnya, dan jadikan perjuangannya sebagai cahaya untuk keluarganya.

hanya cemilan

 Ilmu yang kita dapat dari media sosial itu ibarat camilan — mengenyangkan sebentar tapi cepat habis dan tak jarang banyak gizinya hilang. Ilmu dari buku memang lebih baik, tapi seringkali hanya seperti makanan instan — praktis, tetapi tak selalu lengkap nutrisinya. Adapun ilmu yang diambil dari guru yang memiliki sanad keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah ﷺ, itulah makanan pokok yang benar-benar menghidupi hati dan akal. Imam Malik رحمه الله pernah berkata: "إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم" "Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian." Belajar langsung kepada guru bukan hanya soal mendapatkan materi pelajaran, tapi juga warisan adab, pemahaman kontekstual, dan keberkahan sanad. Rasulullah ﷺ bersabda: "إنما العلم بالتعلم" (رواه البخاري في الأدب المفرد) "Sesungguhnya ilmu itu hanya didapat dengan belajar (secara langsung)." Ilmu yang bergizi adalah yang memberi kekuatan im...

𝐊𝐄𝐓𝐀𝐌𝐏𝐀𝐍𝐀𝐍 𝐁𝐀𝐆𝐈𝐍𝐃𝐀 𝐍𝐀𝐁𝐈 ﷺ

Kesempurnaan serta ketampanan wajah Sayyiduna Muhammad ﷺ diperincikan oleh para Sahabat رضوان الله عليهم أجمعين dengan pelbagai sifat yang menunjukkan keagungan Baginda ﷺ. Mengagumkan setiap mata yang melihat, tidak mengira jantina,umur, mahupun kawan ataupun musuh. Kata Sayyiduna Ali Bin Abi Talib r.a: “Sesiapa yang melihat Baginda (buat kali pertama) pasti akan tertunduk kerana kehebatan Baginda ﷺ, sedangkan sesiapa yang telah terbiasa bergaul dengan Baginda akan jatuh cinta.” (HR Tirmidzi) اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Berikut contoh naskah pembawa acara (MC) untuk acara Tasmiyah (Aqiqah dan Pemberian Nama Bayi) dengan susunan yang umum digunakan:

MC: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, washalatu wasalamu ‘ala asyrafil anbiya-i wal mursalin, wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Amma ba’du. Yang terhormat para alim ulama, tokoh masyarakat, serta seluruh tamu undangan yang dirahmati Allah. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita dapat berkumpul dalam acara Tasmiyah (Aqiqah dan Pemberian Nama Bayi) dalam keadaan sehat wal afiat. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman. Hadirin yang berbahagia, Sebelum kita memulai acara, izinkan saya membacakan susunan acara pada hari ini: 1. Pembukaan 2. Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an 3. Kata Sambutan dari Tuan Rumah 4. Ceramah Singkat tentang Aqiqah dan Pemberian Nama 5. Pembacaan Doa 6. Makan Bersama 7. P...

Dakwah Mauidzah al-hasanah (nasihat yang baik)

  Nasihat yang baik maksudnya adalah memberikan nasehat kepada orang lain dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk ke arah kebaikan dengan huhasa yang baik yang dapat mengubah hati, agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan di hati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus di pikiran, mnghindari sikap kasar dan tidak boleh mencaci/menyebut kesalahan madu, tehingga mereka dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subyek dakwah. Imam Syaukani dikutip oleh Ali Musthafa Yakub menyatakan bahwa Mauidzah al-hasanah adalah ucapan yang berisi nasehat yang baik mendengarkannya, atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga dapat membenarkan apa yang di sampaikan. dalam segala aspeknya.  Sikap lemah lembut (pengaruh) memghindari sikap egoisme adalah warna yang tidak terpisahkan dalam cara seseorang yang melancarkan ide-idenya untuk menggerakkan orang lain secara persuasif dan bahkan koersive(memaksa).  Caranya dengan memenga...

CONTOH UNDANGAN SHALAT JENAZAH

_*UNDANGAN SHALAT JENAZAH *===========================* *إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَِـــــــــــيْهِ رَاجِـــــــــــعُون* *_TELAH MENINGGAL DUNIA SEORANG PEREMPUAN :_* *NAMA : .................* *UMUR : ...................*  *ALAMAT : ................)*  *KELUARGA : ..............* *MENINGGAL DUNIA : KAMIS, 13 RABIUL AWAL 1445 H / 28 SEPTEMBER 2023 M. JAM : 03.00 WITA.* *DI SHALATKAN PADA : KAMIS, 13 RABIUL AWAL 1445 H / 28 SEPTEMBER 2023 M.*  *WAKTU : BA'DA SHALAT MAGRIB.* *TEMPAT : RUANG INDUK MASJID * *DIMAKAMKAN : ALKAH KELUARGA, * *ATAS NAMA KELUARGA MENGUCAPKAN TERIMA KASIH IKUT MENSHALATKAN JENAZAH, MOHON MAAF ATAS KESALAHAN SEMASA HIDUP DAN BILA ADA TERKAIT HUTANG PIUTANG SEGERA HUBUNGI PIHAK KELUARGA* *اللهم اغفر لها، وارحمها وعافها، واعف عنها، ووسع مدخلها، واغسلها بالماء والثلج والبرد، ونقها من الخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس، وأبدلها دارا خيرا من دارها، وأهلا خيرا من أهلها، وأدخلها الجنة، وقها فتنة القبر وعذاب النار* *جزا كم الله خيرا*