Sabtu, 21 April 2018

Hukum Melaksanakan Dakwah



Ada beberapa pemikiran dari para ulama dalam menanggapi hukum melaksanakan dakwah. Beberapa pemikiran para ulama tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga pendapat, yakni kewajiban personal, kewajiban kolektif, dan  kewajiban pesonal sekaligus kewajiban kolektif.
Pertama, melaksanakan dakwah adalah kewajiban personal (fardu’ain). Maksudnya dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim, yakni seseorang akan diganjar dosa jika tidak melaksanakannya. Sebagaimana firman Allah swt didalam alquran  Surah Ali Imran ayat 110:
Artinya:
 “ kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …” ( Q.S. Ali Imran: 110 ).[1]

            Argumentasi lain, berdasarkan pada Hadits Rasulullah Saw yang mengisyaratkan bahwa berdakwah adalah suatu kewajiban personal :
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ ) .رواه مسلم(


Artinya:
 “ Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim)[2]

                Dari segi penetapan hukum, dalam pandangan Imam Al-Mawardi, dakwah atau upaya menyeru umat manusia melaksanakan kebaikan (al-Ma’ruf) dan meninggalkan pebuatan buruk (al-Mungkar) merupakan kewajiban dan merupakan urusan keagamaan (al-Qawaid al-Diniyah). Bahkan dalam pandangan Ibnu Taimiyah, melaksanakan dakwah (ta’muruna bi al-Ma’ruf wa tanhawna ‘an al-Mungkar) merupakan kewajiban dan pertama serta sebaik-baik perbuatan.[3]
            Beberapa definisi di atas menerangkan bahwa dakwah adalah kewajiban bagi orang Islam, yakni fardu ain ( kewajiban secara personal). Artinya sesorang akan mendapatkan ganjaran dosa apabila tidak melaksanakan dakwah dan sebaliknya jika seseorang melaksanakan kewajiban berdakwah maka akan di ganjar dengan pahala.
            Kedua, melaksanakan dakwah adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Hal ini berarti, dakwah merupakan kewajiban yang dibebankan kepada orang-orang tertentu yang berkompeten dalam suatu masyarakat. Bila di dalam suatu masyarakat ada yang mewakili tugas itu, maka gugurlah kewajiban untuk yang lain. Sebaliknya, jika tidak ada, maka semua dari masyarakat tersebut akan mendapatkan dosa.
            Tugas berdakwah itu tidaklah mudah, karena ia memerlukan keahlian dan keterampialan sendiri, baik itu segi intelektual, emosional maupun spiritual. Dapat dikatakan bahwa dakwah berarti tidak dibebankan kepada setiap orang, melaikan kepada golongan tertentu yang berkompeten.[4] Sebagaimana firman Allah Swt di dalam alquran Surah at-Taubah ayat 122                   
Artinya “ tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah:122)[5]

            Ayat di atas menjelaskan, bahwa dakwah itu tidak diwajibkan kepada setiap orang, tetapi kepada segolongan orang saja. Mereka adalah ulama, yang dipersiapkan secara khusus untuk dua hal, mendalami agama (tafaqquh fi al din), dan menyampaikan pesan agama itu pada masyarakat (dakwah). [6]
                Ketiga, melaksakan dakwah hukumnya wajib personal (fardhu ‘ain) sekaligus wajib kolektif (fardhu kifayah). Maksudnya hukum asal berdakwah itu adalah wajib personal. Namun demikian, pada aspek tertentu, dakwah tidak dapat diserahkan kepada sembarangan orang. Dakwah memerlukan kompetensi dan itu hanya mugkin dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam berdakwah.
            Menurut Sayyid Quthub, dakwah merupakan konsekuensi logis dari iman. Iman dipandang eksis bila telah diwujudkan dalam bentuk amal saleh dan dakwah. Namun demikian, pada kesempatan lain menurut Sayyid Quthub, dakwah memerlukan jema’ah inti yang seluruh hidupnya dibaktikan untuk berdakwah.[7] Pedapat Sayyid Quthub ini menjelaskan bahwa kegiatan dakwah secara luas itu mesti dilakukan oleh seseorang yang memang mampu untuk melaksanakannya, yakni hanya orang tertentu saja.
                Sejalan dengan pendapat M. Quraish Shihab, bahwa betul dakwah merupakan kewajiban individu (setiap muslim), tetapi ada kelompok khusus (juru dakwah) yang menanggani dakwah secara propesional. Kewajiban dakwah secara individual berlaku pada tingkatan wa tawashaw bi al-haq wa tawashaw bi al-shabr (nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran). Sementara secara kolektif, kewajiban dakwah membutuhkan organisasi, manajemen, dan jaringan sosial yang kuat.[8]


                [1]  Departemen Agama RI, Al-aliyy Al-Quran & Terjemahnya, Op. Cit., h. 50
[2]  Imam Nawawi, RiyadhusSholihin  ( Indonesia : Al-Haramain, 2005),  h. 108
[3]  Tata sukayat, Op. Cit., h .21.
[4] A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Op. Cit., h. 66.
[5] Departemen Agama RI, Al-aliyy Al-Quran & Terjemahnya, Op. Cit., h. 164
[6] A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Op. Cit., h. 67.
[7] Ibid., h. 69.
[8] Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer ( STAIN Purwokerto Press, Purwokerto, 2006) , h.37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar