Langsung ke konten utama

PERSIAPAN YANG HARUS DILAKUKAN MENGHADAPI RAMADHAN

Tidak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Sya’ban. Artinya, sebentar lagi kita akan segera memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh berkah, yang akan membawa rahmat, yang membuka pintu surga dan menutup pintu neraka serta membelenggu seluruh syetan yang mengganggu hamba-Nya yang beribadah. Bahkan di antara kebiasaan para salaf adalah mereka senantiasa berdoa memohon kepada Allah agar disampaikan kepada bulan Ramadhan serta diberikan kekuatan untuk memaksimalkan ibadah di dalamnya. Bahkan, sebagian mereka ada yang berdoa enam bulan sebelum kedatangan bulan tersebut.

Mu’alla bin Al-Fadhl, salah satu ulama tabiu’ tabiin berkata, “Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Ada bulan yang juga memiliki kemuliaan seperti Ramadhan akan tetapi durasinya tidak satu bulan penuh, contohnya pada bulan dzulhijjah. Pada bulan dzulhijjah keutamaannya hanya kita dapatkan di 10 hari pertama, berbeda dengan Ramadhan yang memiliki keutamaan dan kemuliaan dengan durasi satu bulan penuh. Maka berbahagialah bagi hamba-Nya yang mampu menyibukkan diri untuk beribadah pada bulan suci ini karena amal ibadah yang kita lakukan pada bulan Ramadhan sesungguhnya akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Dan yang harus kita ingat sebelum memasuki bulan Ramadhan adalah "apakah kita masih memiliki hutang puasa Ramadhan pada tahun lalu ?"
Apabila masih mempunyai hutang puasa, maka segeralah untuk membayarnya karena Ramadhan dalam hitungan hari lagi akan segera datang. Karena boleh jadi pada tahun lalu kita mengalami musibah sakit sehingga menyebabkan diri kita tidak sanggup untuk berpuasa, atau pada tahun lalu kita sedang bersafar. Apabila tidak berpuasa karena uzur tersebut maka dia wajib untuk mengganti puasa tersebut di bulan lain selain Ramadhan. 

Ada beberapa kaidah tentang siapa saja yang diperbolehkan untuk membatalkan puasanya pada bulan Ramadhan dikarenakan uzur.

A. ORANG YANG SAKIT
Para ulama merinci orang yang sakit itu dari beberapa kategori, diantaranya :
1. Sakit Parah
Dalam kategori ini dikatakan bahwa orang sakit tersebut apabila mereka berpuasa maka akan mendatangkan kemudharatan bagi dirinya bahkan bisa mengancam keberlangsungan hidupnya. Dan ilmu kedokteran pun sudah memutuskan bahwa orang ini mutlak tidak sanggup untuk berpuasa, maka dalam hal ini para ulama hampir semuanya sepakat bahwa orang sakit pada kategori ini hukumnya WAJIB UNTUK TIDAK BERPUASA demi mempertahankan keberlangsungan hidupnya sehingga tidak terjadi kemudharatan.

2. Sakit, Namun Apabila Berpuasa Memberatkan Dirinya
Pada kriteria kedua ini turun sedikit derajat sakitnya. Dia mampu berpuasa akan tetapi apabila dia berpuasa sangat memberatkan baginya. Dan ilmu kedokteran pun mengatakan bahwa sebenarnya dirinya tidak masalah apabila ingin berpuasa karena sakit yang dia derita tidak sampai membahayakan keberlangsungan hidup, akan tetapi dirinya merasa sangat berat dan tidak sanggup apabila berpuasa. Maka ulama berpendapat MAKRUH hukumnya apabila dia memaksakan untuk berpuasa. Karena sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang mengambil keringanan daripada mendatangkan kemudharatan.

Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ánhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يحب أن تؤتى عزائمه

“Sesungguhnya Allah mencintai tatkala diambil rukhshah (keringanan) dari-Nya sebagaimana ia mencintai ketika dilaksanakan perintah-perintah-Nya” (HR Thabrani)

3. Sakit Yang Sangat Ringan Sehingga Tidak Mempengaruhi Puasanya
Jenis sakit ini tidak mempengaruhi kepada puasa nya, misalnya ada yang sakit karena terjatuh dan menyebabkan luka sedikit dan tidak mempengaruhi puasanya maka itu tidak menjadikan sesuatu kemudharatan bagi dirinya. Pada kasus ini para ulama mengatakan bahwa dia tetap wajib untuk berpuasa dan HARAM apabila meninggalkan puasa.

B. SEORANG MUSAFIR
Orang yang bersafar juga termasuk orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan dan wajib mengganti puasanya di bulan lain selain Ramadhan. Namun apabila dia masih sanggup untuk berpuasa meskipun dia sedang bersafar maka lebih baik baginya untuk tetap melaksanakan puasa Ramadhan. Karena walau bagaimanapun juga ketika kita tidak berpuasa pada bulan Ramadhan entah itu karena uzur sakit, safar, atau haid bagi wanita maka dia tetap wajib untuk berpuasa pada bulan yang lain untuk mengganti puasa di bulan Ramadhan tersebut sebanyak hari yang ditinggalkan, sehingga tidak menjadikan kita beban pada bulan selanjutnya.

Namun, apabila ketika safar menimbulkan kemudharatan jika berpuasa, maka dalam hal ini lebih baik untuk membatalkan puasanya agar menghindari kemudharatan yang terjadi.
Bahkan Rasulullah SAW pernah suatu ketika dalam perjalanan safar yang sangat berat bahkan ada beberapa sahabat yang jatuh pingsan karena puasanya kemudian Rasulullah melihat kejadian ini, lalu Rasulullah mengambil sebuah bejana yang berisi air dan Rasul meminumnya dihadapan para sahabat sehingga sahabat pun banyak yang membatalkan puasanya pada saat itu. Hal ini Rasulullah lakukan untuk menghindari kemudharatan yang lebih besar, namun pada saat itu ada juga beberapa sahabat yang tetap memaksakan puasanya lalu Rasulullah SAW mengatakan "mereka adalah orang yang bermaksiat kepada Allah, mereka adalah orang yang bermaksiat kepada Allah".

Hal ini merupakan bukti bahwa sebenarnya islam itu mudah dan tidak menyulitkan hamba-Nya yang memang benar-benar tidak mampu.

C. ORANG YANG MEMANG TIDAK MAMPU BERPUASA
Apabila ada orang yang memang tidak mampu untuk berpuasa misalnya karena orang yang sudah sangat tua, atau ibu hamil dan menyusui, atau orang yang sakit permanen dibuktikan dengan ilmu kedokteran bahwa dia tidak akan pernah sembuh dengan sakit yang dideritanya, karena ketidakmampuan tersebut dalam kondisi demikian maka mereka tidak perlu membayar hutang puasanya dengan cara berpuasa di bulan selain Ramadhan. Akan tetapi mereka membayarnya dengan cara membayar fidyah

Lalu bagaimanakah cara membayar fidyah itu?

Ada sebagian pendapat ulama mengatakan bahwasanya membayar fidyah itu sama seperti membayar zakat fitrah. Namun mayoritas ulama mengatakan bahwasanya membayar fidyah itu dengan cara memberi makan orang-orang miskin. Memberi makan orang miskin ada berbagai cara misalnya dia tidak berpuasa selama 30 hari maka dia harus memberi makan orang miskin sebanyak 30 orang. 

Makanan fidyah adalah yang dianggap secara ‘urf (anggapan masyarakat) sebagai bentuk makan (ada nasi beserta lauk pauknya). Berarti makanan ringan tidak dianggap sebagai fidyah.

Pendapat kedua mengatakan bahwa dia memberi makan orang miskin sebanyak 2x dalam sehari. Misalnya dia tidak berpuasa selama 30hari maka ada 60 orang miskin yang dia beri makan. 

Pendapat ketiga mengatakan bahwasanya membayar fidyah itu dengan cara memberi makan orang miskin sebanyak 3x. Artinya ada 90 orang miskin yang dia beri makan. Mereka menganggap keumuman orang makan itu dalam sehari sebanyak 3x yakni pagi siang dan malam, namun pendapat ini khilaf dalam kalangan ulama dan masih diperdebatkan. 

Maka jalan keluarnya ambil lah pendapat yang pertama atau kedua tadi yakni memberi makan 30 orang miskin atau 60 orang miskin. Wallahu'alam

BAYAR KAFARAT KETIKA BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI PADA SIANG HARI BULAN RAMADHAN

Selama bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk menjauhkan diri dari segala hal yang membatalkan puasa. Mereka tidak boleh makan, minum, bergunjing, berbohong, bahkan berhubungan suami-istri di siang hari.

Terkadang, orang tidak mampu menahan nafsu. Saat melihat pasangannya, timbul keinginan untuk bersetebuh. Kemudian mereka melakukan persetubuhan di siang hari, padahal tahu sedang menjalankan puasa Ramadan.

Terdapat hukuman yang harus dijalani oleh mereka yang berhubungan suami-istri di siang hari bulan Ramadan. Mereka diwajibkan membayar kafarat atau tebusan dengan cara berpuasa 2 bulan berturut-turut (artinya harus secara berurutan langsung 2 bulan). Namun apabila tidak sanggup melakukannya maka mereka harus memberi makan orang miskin sebanyak 60 orang. 
Ulama berbeda pendapat apakah yang membayarnya suami dan istri sehingga ada 120 orang miskin, atau kah hanya ditanggung oleh suami saja yakni 60 orang. Namun pendapat yang lebih disukai adalah hanya suami yang menanggungnya yakni memberi makan orang miskin sebanyak 60 orang, sehingga istri tidak perlu menanggungnya.

Dan hal yang terpenting dan harus kita ingat adalah "apakah kita masih memiliki hutang puasa Ramadhan pada tahun lalu ?"
Apabila masih mempunyai hutang puasa, maka segeralah untuk membayarnya karena Ramadhan dalam hitungan hari lagi akan segera datang. Semoga kita bisa menfaatkan waktu terbaik di bulan Ramadhan ini. Aamiin ya rabbal alamin

✍Akhmad Faishal
Ustadz H. Riza Rahman, Lc
Masjid At-Tanwir (Badha Subuh)
Sabtu, 3 April 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah Harian

Bentuk-bentuk Dakwah

Bentuk-bentuk dakwah dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1.       Dakwah bi al-lisan , artinya penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah, khutbah, pidato, nasihat atau komunikasi antara da’i dan mad’u . Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan, menyentuh dan komunikatif. Bahasa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukan dan tidak provokatif serta tidak mengandung fitnah. 2.       Dakwah bi al-Qalam ialah suatu kegiatan menyampaikan pesan dakwah melalui tulisan, seperti kitab-kitab, buku, majalah, jurnal, artikel, internet, spanduk, dan lain-lain. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka tulisan-tulisan tersebut tentu berisi ajakan atau seruan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah bi al-Qalam itu memiliki banyak keunikan dan kelebihan, yakni suatu tulisan tidak dibatasi ruang dan wa

maf’ul bih terbagi menjadi dua

Perlu diketahui bahwa maf’ul bih terbagi menjadi dua 1. Sharih Maf’ul bih yang Sharih terbagi juga menjadi dua : a.) Isim Zhahir. Contoh : a. قتل قردا جميلا (Dia membunuh seekor monyet yang bagus) قتل قردا جميلا فعل الماضى مفعول به : منصوب بالفتحة منعوت نعت Maf’ul bih diatas berupa isim mufrod, ‘alamat nashabnya adalah fathah. b. ستلقي اباها غدا(Besok dia akan bertemu dengan ayahnya) ستلقي اباها غدا فعل المضارع مفعول به : منصوب بالألف لأسماء الخمسة ظرف الزمان Contoh Maf’ul bih diatas berupa Asmaul Khomsah (اسماء الخمسة ), dan ‘alamat nashabnya berupa alif c. أ رأيت درّاجاتٍ في قريب البيت؟ sepeda-sepeda didekat rumah itu) (Apakah dirimu melihat أ ...رأي..... ..ت السياراتِ حرف الإستفهام فعل الماضي فاعل مفعول به : منصوب بالكسرة Maf’ul bih diatas berupa jamak muanats salim, dan ‘alamat nashabnya berupa kasroh. b.) Isim Dhamir Dhamir terbagi menjadi dua : 1.) Dhamir Muttashil. Jumlahnya ada dua belas. Contoh : § ضربني : dia telah memukulku § ضربنا : dia