Keutamaan Menyadari Kelemahan Diri dalam Ibadah
قَالَ الإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ زَيْنٍ الْحَبشِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
إِذَا لَمْ يَتَيَسَّرْ لِلْإِنْسَانِ الحُضُورُ فِي صَلَاتِهِ مَثَلًا وَعَجَزَ عَنْ ذَلِكَ، فَيَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَسْتَحْضِرَ فِي نَفْسِهِ عَجْزَهُ وَقُصُورَهُ عَنِ الحُضُورِ، وَأَنَّهُ لَوْ كَانَ قَوِيًا لَحَمَّلَ نَفْسَهُ وَكَلَّفَهَا الحُضُورَ، فَرُبَّمَا كَانَ ذَلِكَ المَشْهَدُ أَنْفَعَ لَهُ مِنْ حُضُورِهِ، بَلْ ذَلِكَ عَيْنُ الحُضُورِ مَعَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Berkata Imam Ahmad bin Zain Al-Habsyi Ra
Jika seseorang tidak mampu khusyuk dalam shalatnya (misalnya)
dan tidak bisa mengusahakannya, maka hendaknya ia menyadari dalam dirinya bahwa ia lemah dan tidak sanggup untuk khusyuk.
Ia juga harus meyakini bahwa seandainya ia kuat,
pasti ia akan memaksakan diri untuk khusyuk.
Bisa jadi keadaan seperti ini (kesadaran akan kelemahan diri) lebih bermanfaat baginya daripada sekadar khusyuk.
Bahkan,
ini hakikatnya adalah khusyuk yang sejati bersama Allah Ta’ala.
Kalam habib umar bin hafidz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar